• Photo :
        • Guru Avan Fathurrahman,
        Guru Avan Fathurrahman

      Lebih lanjut pak guru Avan menuturkan,  dirinya akan terus berkeliling ke rumah-rumah siswa untuk mengajar murid-muridnya yang memang tidak mempunyai handphone berteknologi canggih. Meski jaraknya cukup melelahkan, Avan tetap bergerak. Ia melakukan pengajaran di setiap rumah muridnya setidaknya satu minggu tiga kali. 

      “Beberapa minggu yang lalu, ada salah seorang wali murid yang bilang ke saya, bahwa akan mencari pinjaman uang untuk membeli smartphone. Karena mendengar kabar bahwa rata-rata, anak-anak harus belajar dari HP cerdas. Saya terkejut mendengar penuturannya. Lalu pelan-pelan saya bicara. Saya melarangnya. Saya memberikan pemahaman bahwa belajar di rumah, tidak harus lewat HP. Siswa bisa belajar dari buku-buku paket yang sudah dipinjami dari sekolah. Saya bilang, bahwa sayalah yang akan berkeliling ke rumah-rumah siswa untuk mengajari,” ungkapnya. 

      “Lega. Ada raut kegembiraan di wajahnya. Jadi, di masa pandemik ini, saya memang harus keliling ke rumah-rumah siswa, setidaknya tiga kali dalam seminggu. Medan yang saya tempuh juga lumayan jauh. Selain jarak antar rumah siswa memang jauh, jalan menuju ke masing-masing rumah siswa bisa dibilang kurang bagus. Bahkan jika hujan, saya harus jalan kaki ke salah satu rumah siswa,” lanjut Avan. 

      Walaupun apa yang tengah dilakukannya hingga saat ini bisa dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap imbauan pemerintah, hal tersebut tetap dikerjakan olehnya karena mengingat saat ini para orang tua murid yang rata-rata bertani, sedang sibuk bekerja di sawah. Maka dari itu, Avan merasa tanggung jawab sebagai seorang guru untuk memberikan dan mengoreksi tuugas yang diberikannya harus ia lakukan. 

      “Saya sadar ini melanggar imbauan pemerintah agar tetap bekerja dari rumah. Tapi mau gimana lagi? Membiarkan siswa belajar sendiri di rumah tanpa saya pantau, jelas saya kurang sreg. Bukan tidak percaya pada orang tua mereka. Tapi saya tahu, bahwa sekarang mereka sibuk. Ini masa panen padi,” kata Avan. 

      “Setiap hari orang tua siswa itu harus bekerja ke sawah. Ikut gotong-royong panen padi dari tetangga yang satu ke tetangga yang lain. Kebiasaan ini mereka bilang "otosan". Jadi anak-anak harus belajar sendiri. Malam, mereka ke langgar. Maka sayalah yang harus hadir untuk mendampingi mereka begiliran meski sebentar. Menjelaskan materi, Memberikan petunjuk tugas, mengoreksi tugas yang diberikan sebelumnya, termasuk memberikan apresiasi pada pekerjaan mereka,” sambungnya. 

      Memang dengan adanya tayangan edukasi dalam program televisi  di Televisi Republik Indonesia (TVRI), sedikit membuatnya terbantu dan merasa lega. Tapi lagi-lagi itu juga menjadi kendalanya, sebab 3 dari kelima siswanya tidak mempunyai TV di rumahnya. 

      Berita Terkait :
  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan