*Investasi kesehatan Indonesia membutuhkan dana sebesar Rp1.300 triliun dalam 5 tahun ke depan, menurut Menkes Budi Gunadi Sadikin. Ini merupakan peluang besar bagi industri kesehatan.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, mengungkapkan bahwa Indonesia membutuhkan tambahan belanja kesehatan sebesar US$84 miliar atau setara dengan Rp1.300 triliun dalam lima tahun ke depan. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan usia harapan hidup dan kualitas layanan medis di negeri ini. Potensi pasar ini dinilai sebagai peluang besar yang belum banyak disadari oleh pelaku industri kesehatan, baik di dalam maupun luar negeri.
"Saat ini Indonesia baru membelanjakan sekitar US$140 per kapita per tahun untuk sektor kesehatan, sementara Malaysia sudah mencapai US$430 per kapita," kata Budi dalam konferensi Sweden-Indonesia Sustainability Partnership (SISP) Healthcare Conference 2025 di Jakarta, Selasa (27/5/2025).
Budi memperkirakan, dari total potensi investasi tersebut, sepertiga akan dialokasikan untuk sektor farmasi, sepertiga untuk alat kesehatan, dan sisanya untuk layanan medis. "Kalau saya CEO perusahaan farmasi, target pasar saya bisa mencapai US$28 miliar dalam lima tahun," ujarnya.
Pemerintah telah menyiapkan pembiayaan sebesar US$4 miliar untuk membeli alat kesehatan seperti CT scan, cath lab, LINAC, hingga membangun lima fasilitas cyclotron guna memperluas layanan ke seluruh wilayah Indonesia. Menkes juga menyampaikan, masa depan sistem kesehatan Indonesia akan sangat bergantung pada adopsi teknologi seperti artificial intelligence (AI), robotik, dan bioteknologi. Teknologi ini dinilai mampu menghadirkan layanan kesehatan yang lebih cepat, akurat, dan efisien.
Menkes Budi pun mengajak investor global agar tidak menunggu terlalu lama. "Pasarnya sudah jelas. Kebutuhannya akan tumbuh pesat. Kalau menunggu terlalu lama, bisa disalip negara lain," tegasnya. Ia menyoroti masih minimnya akses terhadap teknologi kesehatan canggih di Indonesia. Misalnya, hingga 2022 hanya ada tiga mesin PET scan di Jakarta, dan tidak ada di luar Jawa. "Bahkan keponakan saya sendiri harus antre dua minggu untuk diagnosis kanker," ungkapnya.
Menteri Kesehatan Swedia, Acko Ankarberg Johansson, memuji ambisi Indonesia dan menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor. "Kami di Swedia menyusun strategi nasional yang melibatkan pemerintah, akademisi, penyedia layanan, dan industri farmasi. Semua duduk bersama, membuat rencana, dan mengeksekusinya," ujarnya. Acko mencontohkan keberhasilan Swedia dalam mengelola strategi kanker nasional sejak 2010, yang kini tengah diperbarui untuk menjawab tantangan era baru.
Investasi kesehatan Indonesia yang signifikan ini diharapkan dapat membuka pintu bagi inovasi dan kolaborasi internasional, sehingga masyarakat dapat menikmati layanan kesehatan yang lebih baik dan lebih terjangkau.