Pola konsumsi juga mempengaruhi cara cebok. Orang Barat yang biasa mengonsumsi makanan rendah serat menghasilkan kotoran yang lebih sedikit dan kering, sehingga tisu cukup efektif untuk membersihkannya. Sementara itu, masyarakat Asia, Afrika, dan sebagian Eropa yang sering mengonsumsi makanan tinggi serat menghasilkan kotoran yang lebih basah dan melimpah, sehingga air menjadi pilihan yang lebih efektif.
Kemunculan industri tisu juga berperan penting dalam popularitas penggunaan tisu untuk cebok di Barat. Pabrik tisu mulai berkembang pesat pada akhir abad ke-19, terutama setelah inovasi tisu gulung pada tahun 1890. Hal ini membuat tisu menjadi lebih tersedia dan terjangkau, sehingga semakin banyak orang yang memilih tisu sebagai alat cebok.
Budaya dan tradisi juga mempengaruhi pilihan cebok. Di banyak negara Timur, seperti Indonesia, India, dan Turki, cebok dengan air merupakan bagian dari ajaran agama dan budaya. Sebaliknya, di negara-negara Barat, cebok dengan tisu telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan terikat kuat dengan identitas budaya mereka. Meskipun penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa cebok dengan air lebih bersih, kebiasaan cebok dengan tisu tetap melekat pada masyarakat Barat karena sudah terlanjur terikat kebudayaan dan mengakar lintas generasi.
Meskipun ada perbedaan dalam metode cebok antara masyarakat Barat dan Timur, penting untuk memahami bahwa kedua metode tersebut memiliki alasan dan manfaatnya sendiri. Bagi masyarakat Barat, cebok dengan tisu telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan terikat kuat dengan identitas budaya mereka.