Menurut Minola, yang paling menyedihkan adalah ketika orang yang tidak mengerti hukum memberikan opini yang menyesatkan. "Orang yang ngomong itu orang yang enggak mengerti hukum. Orang yang enggak pernah bersidang. Orang yang enggak punya izin beracara. Lebih parah lagi, dipercaya omongan itu oleh orang-orang," katanya.
Angka Rp24,5 miliar tersebut bukanlah jumlah yang sembarangan. Menurut Minola Sebayang, perhitungan denda ini didasarkan pada dua Undang-Undang, yaitu UU No. 19 Tahun 2002 dan UU No. 28 Tahun 2014. "Di Undang-undang itu masing-masing menentukan konsekuensi denda akibat menggunakan ciptaan tanpa izin. (Tahun) 2002, Rp1 miliar kalau enggak salah, 2014 Rp500 juta," jelasnya.
Perkara gugatan senilai Rp24,5 miliar ini akan dikabulkan atau tidak, tergantung pada pertimbangan dan putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. "Jadi kita lihat, dari 31 pelanggaran yang kami ajukan, berapa tahun 2002, berapa tahun 2014. Akumulasi pelanggaran itu tinggal dikalikan. Jadi ada landasannya. Ini bukan royalti. Apakah itu akan dikabulkan? Tergantung apa yang menjadi keputusan Majelis Hakim," tutup Minola Sebayang.
Minola Sebayang juga mengingatkan publik untuk tidak mudah terpengaruh oleh opini yang belum tentu benar. "Karenanya, kami mengimbau publik untuk tidak tersulut pada opini segelintir orang. Dengan kata lain, jangan melihat siapa yang bicara melainkan memperhatikan konteks, dan substansinya harus mengakar pada aturan hukum yang berlaku," pungkasnya.