• Photo :
        • Ilustrasi bayi dalam kandungan -Getty Images.,
        Ilustrasi bayi dalam kandungan -Getty Images.

      Sahijab – Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini, mengalami perkembangan yang luar biasa, sehingga apa yang dibayangkan orang pada masa lalu tidak mungkin dapat terjadi, kini itu dapat terjadi. Demikian pula dalam bidang teknologi kedokteran, hampir dalam hitungan menit teknologi baru yang lebih modern dan canggih terus ditemukan.  

      Hal ini juga, terjadi dengan teknologi yang berkaitan dengan teknologi bayi tabung (inseminasi), Di zaman dahulu, orang hamil hanya bisa melalui hubungan seksual secara langsung dan kemudian sperma itu tersimpan dalam rahim, yang kemudian terjadilah kehamilan. 

      Saat  ini, berkembang berbagai macam teknologi yang bisa menjadikan seseorang hamil, meskipun tidak melalui hubungan seksual secara langsung dan sering kita kenal dengan teknologi bayi tabung/inseminasi buatan dapat terjadi baik kepada manusia maupun pada hewan.

      Baca juga: Penting Buat Calon Orang Tua, 5 Doa Agar Anak Menjadi Sholeh
        
      Pengertian inseminasi buatan (artificial insemanation) adalah pembuahan pada hewan ataupun manusia tanpa melalui senggama (seksual intercourse). Masalah inseminasi ini dalam hukum Islam, termasuk masalah Ijtihadi, karena baik dalam Alquran maupun Hadis Rasulullah SAW, tidak terdapat secara explisit yang menyebutkannya. 

      Namun, dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju, inseminasipun mengalami perkembangan yang luar biasa dan semakin rumit, baik penjelasannya, penjabarannyapun memerlukan berbagai macam disiplin ilmu, tidak hanya kedokteran, tetapi juga biologi, peternakan , hukum dan sebagainya. 

      Untuk itulah, menurut Drs. H. Subiono, M.Pd, yang merupakan Penghulu Madya KUA Kec. Arut Selatan Kab. Ktw. Barat, Provinsi Kal-Tengpara, seperti dikutip Sahijab dari Binmas Kemenag, ulama dan para cendikiawan Muslimpun juga perlu membahas secara seksama dan proporsional dengan mempertimbangkan dari berbagai aspek yang mendasar.

      Sebab, inseminasi buatan pada manusia akan mengandung konsekwensi hukum yang sangat luas. Maka, apabila inseminasi pada manusia ini tidak ditangani oleh orang-orang yang beriman dan bertaqwa dan memahami kaidah hukum, tidak menutup kemungkinan di masa yang akan datang akan membawa mudharat dan berimplikasi yang sangat luas dalam perkembangan peradaban manusia.
       
      Adapun beberapa teknik yang dipakai dalam inseminasi buatan pada manusia (bayi tabung), yang telah berkembang dalam dunia kedokteran pada saat ini antara lain:
       
      1. FERTILAZION INI Vitro (FIV), dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri, kemudian diproses di vitro (tabung) dan kemudian kalau sudah terjadi pembuahan, lalu ditranfer di rahim istri.
       
      2. Gamet Intra Felopian Tuba (GIFT), dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri dan setelah dicampur terjadi pembuahan, maka segera ditanam di saluran telur (tuba palupi).
       
      Lantas, bagaimana hukum inseminasi buatan pada manusia (bayi tabung) ini? Menurut pendapat dari Prof. Dr. Masjfuk Zuhdi, Keputusan MUI Pusat, hasil keputusan Nahdlatul Ulama (NU) berdasarkan hasil Forum Munas Alim Ulama di Kaliurang Yogyakarta pada tahun 1981, Lembaga Tarjih Muhammadiyah pada tahun 1980, Lembaga Fiqih Islam OKI  pada tahun 1986, menghasilkan kesimpulan yang hampir sama. Antara lain, dirangkung dalam lima poin ini:
       
      a. Inseminasi buatan pada manusia dengan sperma dari pasangan suami istri yang sah, baik dengan cara sperma ataupun ovum suami istri yang sah tersebut dengan cara mengambil sperma suami, kemudian disuntikan ke rahim istri maupun dengan pembuahan di luar rahim (tabung), maka hukumnya boleh apabila sudah berusaha secara biasa tidak berhasil. Sebab, hal ini termasuk ikhtiar berdasarkan kaidah-kaidah agama. Sebab, keturunan merupakan salah satu bentuk keperluan yang penting, sehingga berlaku kaidah hukum:“Hajat kebutuhan yang sangat penting diperlakukan seperti keadaan darurat“.
       
      b. Bayi tabung/inseminasi buatan yang sperma dan ovumnya diambil dari selain istri atau suami yang sah, maka hukumnya adalah haram, karena statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar nikah yang sah, berarti sama dengan zina. Hal tersebut berdasarkan Q.S. Al-Isra’ ayat: 70, yang artinya “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan( Q.S. Al-Isra’: 70 ). Dan Alqur’an surat  At–Tin ayat 4 yang menyatakan “bahwa manusia diciptakan oleh Allah adalah sebagai makhluk yang sangat mulia, serta memilki keistimewaan dan kelebihan melebihi makhluk tuhan yang lainnya. Untuk itu, manusia juga berkewajiban untuk memuliakan dirinya sendiri dan menghormati martabat sesama manusia. Dalam inseminasi buatan dengan cara donor pada hakekatnya dapat merendahkan harkat dan martabat manusia itu sendiri sejajar dengan hewan ataupun tumbuh-tumbuhan.
       
      Dasar lain adalah Hadis dari Rasulullah SAW yang dibawa Ibnu Hiban dan diriwayatkan oleh: Abu dawud dan Imam Tirmidzi yang menyatakan: “Tidak halal bagi seorang yang beriman pada Allah dan hari akhir menyiramkan air maninya pada tanaman orang lain“. Dan juga hadis dari Rasulullah SAW yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah SWT dibandingkan dengan lelaki yang mencari spermanya (berzina) di dalama rahim perempuan yang tidak halal baginya karena diinginkan“.
       
      c. Bayi tabung dari pasangan suami istri dengan titipan rahim istri yang lain (suami mempunyai istri lebih dari satu), maka hukumnya tetap haram, sebab  akan menimbulkan implikasi hukum yang rumit, misalkan masalah warisan.
       
      d. Bayi tabung dari sperma suami yang sah, tetapi telah meninggal sperma dibekukan misalnya, maka hukumnya tetaplah haram.
       
      e. Selain hal tersebut di atas, berdasarkan keputusan dari Bahsul Masail Nahdlatul Ulama di Kaliurang tersebut, juga disebutkan bahwa sperma selain dari suami istri yang sah, cara mengeluarkannya juga harus sesuai dengan hukum syari, biar suami istri yang sah, tetapi cara mengeluarkan sperma bukan muhtaram juga tetap di haramkan.

      Berita Terkait :

Jangan Lewatkan