• Photo :
        • Source : Republika,
        Source : Republika

      REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Kolumnis Ergün Yildirim menulis sebuah artikel di media Turki, Yeni Safak, yang membahas ihwal Muslim di Eropa. Dia mengawali tulisannya dengan menyampaikan kajian asosiologi yang dilakukan di Jerman yang terbit bulan ini. Kajian tersebut memberikan informasi yang cukup mencerahkan terkait keadaan imigran Muslim di Eropa.

      Penelitian tersebut berjudul, "Sebuah Ancaman Bagi Barat? Membandingkan Nilai Manusia Imigran Muslim, Kristen, dan Non-Religius Pribumi di Eropa Barat", dilakukan di Fakultas Ilmu Sosial Universitas Goethe oleh Christian S. Czymara, dan Marcus Eisentraut dari Institut Leibniz untuk Ilmu Sosial.

      Studi yang sangat mengacu pada temuan studi yang dilakukan dalam dekade terakhir memberikan informasi yang sangat obyektif. Dan juga mencerminkan kesadaran dan sikap Eropa. Ini memberi kesempatan untuk belajar baik tentang keadaan imigran Muslim, dan kesadaran Eropa yang relevan selama periode konflik yang meningkat ini.

      Berfokus pada "nilai-nilai kemanusiaan", studi ini mengeksplorasi hubungan antara imigran Muslim, penduduk asli Eropa yang religius dan non-religius. Empat negara Eropa yang menjadi fokus studi adalah Belgia, Prancis, Jerman, dan Swedia, yang meliputi masyarakat terpelajar, kaya, dan industri.

      Umat Muslim di empat negara itu jauh lebih muda dari populasi rata-rata dan memiliki tingkat kesuburan yang lebih tinggi. Elit politik serta masyarakat umum di sana memiliki keprihatinan tentang perubahan demografis di masa depan terkait dengan meningkatnya arus masuk imigran Muslim.

      Tidak ada masalah serius mengenai nilai-nilai di Belgia antara Muslim dan Kristen serta orang Belgia asli yang tidak beragama. Para imigran di Prancis muncul sebagai hasil dari sejarah kolonial Prancis. Tradisi sekularisme Prancis yang kuat dan pemisahan ketat antara gereja dan negara mengarah pada kebijakan yang agak membatasi semua agama, termasuk Islam.

      Tidak ada pendidikan agama di sekolah, dan dilarang mengenakan jilbab di sekolah. Dengan demikian, ketegangan antara sekularis dan kelompok agama, dan Muslim pada khususnya menjadi lebih menonjol. Fundamentalisme agama juga tersebar luas di kalangan imigran Muslim di Prancis. Ketika jilbab dilarang di sekolah-sekolah di Perancis, masyarakat Perancis tidak menunjukkan reaksi apapun, karena serangan teroris tersebut menimbulkan opini tertentu di kalangan masyarakat.

      Berita Terkait :

      Disclaimer: Semua artikel di kanal Sindikasi ini berasal dari mitra-mitra Viva Networks. Isi berita dan foto pada artikel tersebut di luar tanggung jawab Viva Networks.

  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan