Psikolog Leon Festinger, dalam teorinya, menjelaskan bahwa membandingkan diri dengan orang lain di media sosial dapat memicu kecemasan dan stres, terutama jika merasa kalah menarik atau kurang populer.
Penelitian dalam Addictive Behaviors Reports juga mengungkap bahwa motivasi mencari validasi melalui TikTok dapat memicu kecanduan, kecemasan, hingga depresi.
Aktivitas pamer kecantikan dan joget di depan kamera, jika dilakukan semata untuk mendapatkan perhatian, berpotensi memicu masalah psikologis jangka panjang.
Meskipun tidak semua pengguna TikTok mengalami gangguan tersebut, pakar mengimbau masyarakat, khususnya remaja, untuk lebih bijak dalam menggunakan platform ini.
Jangan jadikan validasi dari dunia maya sebagai tolok ukur harga diri. Ingat, kesehatan mental jauh lebih berharga daripada sekadar like dan komentar.