Untuk menguatkan pernyataan tersebut, penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal berjudul "Electronic Cigarette Smoke Induces Lung Adenocarcinoma and Bladder Urothelial Hyperplasia in Mice" (2018) menyoroti risiko karsinogenik dari zat dalam rokok elektrik.
Dalam penelitian tersebut, 40 tikus terpapar uap rokok elektrik selama 54 minggu, dan hasilnya menunjukkan bahwa 22,5 persen dari tikus tersebut mengalami kanker paru-paru, sementara 57,5 persen memiliki potensi untuk mengembangkan kanker kandung kemih.
Terakhir, zat berbahaya lain yang ditemukan dalam rokok elektrik adalah partikel halus, termasuk PM 2.5, yang juga menjadi pemicu banyak penyakit pernapasan.
“Baik itu rokok elektrik dan rokok konvensional sama-sama punya partikel halus. Nah ini punya sifat iritatif yang akhirnya menciptakan peradangan atau istilah medisnya inflamasi. Saat terjadi inflamasi maka menginduksi sifat hipersensitif pada saluran nafas sehingga terjadilah asma, infeksi saluran pernafasan atas, bronkitis akut, hingga pneumonia,” tutupnya.