Sahijab – Bulan depan, umat Muslim akan merayakan Hari Raya Idul Adha 2020 Masehi atau 10 Zulhijah 1441 Hijriah, yang ditetapkan jatuh pada Jumat 31 Juli 2020.
Di hari raya tersebut, umat Islam merayakannya dengan sholat Idul Adha dan biasanya dilanjutkan dengan menyembelih hewan kurban.
Sholat atau salat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Baca juga: Mau Kurban Tahun Ini? Intip Dulu Harga Hewan Kurban di Jabodetabek
Nah, bicara mengenai hewan kurban, Bagaimana hukumnya bila kita berkurban melalui online? Sebab, saat ini sangat dekat dengan kehidupan saat ini. Di mana, penggunaan media internet dalam kehidupan sehari-hari tidak bisa dihindarkan lagi.
Karena, internet bukan hanya sebagai alat menjaring pertemanan di sosial media belaka, namun juga memudahkan masyarakat umum untuk melakukan transaksi dan mendapatkan barang dengan mudah, termasuk pembelian hewan kurban.
Berbagai lembaga atau penyalur kurban, biasanya bersedia mengadakan dan menyembelih hewan kurban. Sedangkan masyarakat yang ingin berkurban, hanya cukup mentransfer uang senilai harga hewan ternak ke rekening yang dicantumkan oleh lembaga atau panitia tersebut.
Berikut, hukum berkurban secara online, seperti dikutip Sahijab dari Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa:
Praktik muamalah seperti ini dalam Islam. termasuk kategori wakalah atau perwakilan, yang mana kita mewakilkan keperluan kita kepada lembaga atau panitia yang siap memenuhi kebutuhan ibadah kurban. Wakalah jelas diperbolehkan menurut Alquran dan hadis, karena cukup membantu dan mempermudah terselenggaranya ibadah.
وَأَجْمَعَتْ الْأُمَّةُ عَلَى جَوَازِ الْوَكَالَةِ فِي الْجُمْلَةِ وَلِأَنَّ الْحَاجَةَ دَاعِيَةٌ إلَى ذَلِكَ ؛ فَإِنَّهُ لَا يُمْكِنُ كُلَّ وَاحِدٍ فِعْلُ مَا يَحْتَاجُ إلَيْهِ، فَدَعَتْ الْحَاجَةُ إلَيْهَا
Artinya: “(Ulama) umat ini sepakat atas kebolehan wakalah secara umum atas hajat yang perlu adanya perwakilan, karena setiap orang tidak mungkin menangani segala keperluannya sendiri, sehingga ia memerlukan perwakilan untuk hajatnya,” (Ibnu Qudamah, Al Mughni).
Adapun pendapat Imam Jalaluddin Al Mahalli terkait syarat wakalah dalam Syarah Mahalli ala Minhajut Thalibin sebagai berikut,
وَيُشْتَرَطُ أَنْ يَكُوْنَ كُلٌّ مِنْهُمْ مُمَيِّزًا مَأْمُوْنًا وَأَنْ يُظَنَّ صِدْقُهُ إِلَى أَنْ قَالَ (قَوْلُهُ وَإِيْصَالِ هَدِيَّةٍ) وَدَعْوَةِ وَلِيْمَةٍ وَذَبْحِ أُضْحِيَّةٍ وَتَفْرِقَةِ زَكَاةٍ إهـ
Artinya: “Masing-masing dari mereka itu disyaratkan sudah tamyiz (mampu membedakan mana yang baik dan buruk), terpercaya, dan terduga kejujurannya. Pengertian ‘menyampaikan hadiah’ mencakup undangan pengantin, menyembelih binatang kurban, dan membagikan zakat,”.
Dari penjelasan di atas, hukum kurban online adalah mubah, namun harus meliputi berbagai syarat, agar antara pengurban dan lembaga yang terkait tidak saling terbuka dan tidak ada yang dirugikan.
Sedangkan Dewan Pembina Konsultasi Syariah, Ustadz Ammi Nur Baits mengatakan bahwa berkurban secara online prinsipnya sama dengan mengirim hewan kurban ke luar daerah atau mengirim sejumlah uang untuk digunakan berkurban di luar daerah.
Satu hal yang penting untuk kita pahami bahwa pada asalnya, tempat menyembelih kurban adalah daerah orang yang berkurban. Karena demikianlah yang dipraktikkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Bahkan, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah sangat memotivasi masyarakat, agar berkurban di daerah di mana dia berada.
Meskipun, masyarakat setempat sudah mampu atau tergolong kaya. Karena, tujuan utama berkurban, bukan semata-mata mendapatkan dagingnya, tetapi lebih pada menerapkan sunah dan syiar kaum muslimin. Allah berfirman, لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
“Dagingnya maupun darahnya tidak akan sampai kepada Allah, namun yang sampai kepada-Nya adalah takwa kalian.” (QS. Al-Haj: 37)
Bagian dari bertakwa kepada Allah ketika berkurban adalah menjaga sunah dan syiar dalam berkurban. Sementara itu, ketika mengirim hewan kurban ke luar daerah, dipastikan akan ada beberapa sunah yang hilang. Di antara sunah yang tidak terlaksana ketika seseorang mengirim hewan kurban ke luar daerah adalah:
Pertama, Dzikir kepada Allah ketika penyembelihan hewan kurban. Allah berfirman, ketika menjelaskan tentang berkurban, فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا
“Sebutlah nama Allah ketika menyembelihnya.” (QS. Al-Haj: 36)
Sahibul kurban tidak bisa melakukan ajaran ini, jika hewan kurbannya disembelih di tempat lain.
Kedua, menyembelih hewan kurban sendiri atau turut menyaksikan penyembelihan hewan kurbannya, jika diwakilkan kepada orang lain. Menyerahkan hewan kurban ke daerah lain, tidak akan mendapatkan keutamaan ini.
Ketiga, makan daging kurban dianjurkan bagi sahibul kurban untuk memakan bagian hewan kurbannya. Allah berfirman, فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“Makanlah bagian hewan kurban tersebut dan sedekahkan kepada orang yang membutuhkan,” (QS. Al-Haj: 28)
Keempat, sahibul kurban tidak mengetahui kapan hewannya disembelih. Sementara itu, sahibul kurban disyariatkan untuk tidak potong kuku maupun rambut, sampai hewan kurbannya disembelih.
Berdasarkan alasan ini, beliau melarang mengirim hewan kurban dalam keadaan hidup maupun mengirim sejumlah uang untuk dibelikan hewan kurban dan disembelih di tempat lain. (Liqa’at Bab al-Maftuh, volume 92, no. 4)
Solusi yang bisa dilakukan adalah menyembelih di tempat sendiri, selanjutnya sohibul kurban bisa mendistribusikan daging kurban ke manapun, sesuai kehendaknya.Allahu a’lam.
Hukum kurban secara online sangat terpengaruh oleh lembaga yang diamanahkan untuk menyembelih dan menyalurkan kurban. Salah satu lembaga penyelenggara kurban yang kredibel di Indonesia adalah Dompet Dhuafa. Lembaga ini tercatat sejak tahun 1994, dipercaya masyarakat Indonesia melalui program ‘Tebar Hewan Kurban’ mendistribusikan kurban ke pelosok Indonesia dan Dunia.
Manager Corps Dai Dompet Dhuafa, Ahmad Fauzi Qoshim menjelaskan, terkait hukum kurban online, ia menyebutkan sistem jual-beli bukan wakalah. Menurutnya, Jumhur ulama membolehkan jual beli barang dengan sifat (menyebutkan sifat-sifatnya atau menampilkan gambarnya), dengan syarat sifat-sifat barang yang jelas (seperti ukuran, jenis, kapan penyerahan barang, dan lain sebagainya), serta terbebas dari unsur penipuan.
“Terkait ijab qobul pun dianggap sah. Ijab qabulnya melalui transasksi pemesanan atau pembelian. Mereka mengatakan bahwa penyebutan sifat-sifat barang yang akan dijual sama kedudukannya dengan melihat secara langsung. Di antara dalilnya,
“Barang siapa yang jual beli salaf (salam), maka hendaklah berjual beli salaf (salam) dengan ukuran tertentu, berat tertentu sampai waktu tertentu. (HR. Bukhari Muslim).
Baca juga: Hukum Berkurban dan Aqiqah