*7 Fakta mengejutkan pungutan liar PPDS Undip terungkap setelah kasus bunuh diri dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro.
Setelah kasus bunuh diri dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip), Aulia Risma Lestari, terungkap sejumlah pungutan liar (pungli) yang beredar di kalangan dokter senior dalam PPDS Anestesi. Skandal ini mengungkap adanya praktek "kejahatan terstruktur" dalam sistem pendidikan dokter. Berikut adalah tujuh fakta mengejutkan tentang pungutan liar di PPDS Undip:
Sebelum ditemukan tewas di kamar indekosnya, Aulia Risma Lestari adalah bendahara residen – sebutan untuk dokter peserta PPDS – di angkatannya, yakni angkatan 77. Risma bertugas mengumpulkan uang iuran dari peserta PPDS di tahun 2022, dengan nilai mencapai Rp864 juta. Jumlah ini mencerminkan skala besar pungutan liar yang terjadi di lingkungan PPDS Undip.
Uang ratusan juta hasil pungli tersebut digunakan oleh senior untuk membayar joki tugas serta membeli makanan. Informasi ini terungkap dalam sidang kasus pemerasan terhadap dokter junior PPDS Undip, yang digelar pekan ini di Pengadilan Negeri Semarang, Jawa Tengah. Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kota Semarang, Shandy Handika, menyatakan bahwa dari uang ratusan juta itu, sebanyak Rp 88 juta digunakan untuk membayar jasa joki yang mengerjakan tugas para senior.
Tugas dokter senior yang dikerjakan dengan menggunakan jasa joki tersebut terdiri dari dua pekerjaan yang masing-masing dibayar Rp 11 juta dan Rp 77 juta. Terdakwa Zara Yupita, mahasiswa PPDS angkatan 76, memberikan arahan kepada mahasiswa angkatan 77, termasuk Aulia Risma Lestari. Selain untuk membiayai joki tugas, uang tersebut juga digunakan untuk membeli makan para dokter senior yang bertugas selama menjalani pembelajaran di tahun tersebut serta kebutuhan lainnya yang tidak diatur secara resmi.
Skandal pungutan liar ini mengungkap adanya praktik korupsi yang sistematis di lingkungan PPDS Undip. Para senior menggunakan uang yang dikumpulkan dari juniornya untuk keperluan pribadi dan kepentingan mereka sendiri, termasuk membayar joki tugas. Hal ini menunjukkan adanya pelanggaran etika yang serius dalam sistem pendidikan dokter.
Praktik pungutan liar ini tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga berdampak psikologis pada mahasiswa. Kasus bunuh diri Aulia Risma Lestari menjadi bukti nyata dari beban mental yang dialami oleh mahasiswa yang terlibat dalam sistem ini. Tekanan untuk membayar pungli dan menyelesaikan tugas dengan bantuan joki dapat menimbulkan stres dan depresi.
Pihak kepolisian dan kejaksaan telah mengambil tindakan tegas terhadap terdakwa yang terlibat dalam praktik pungutan liar ini. Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Semarang menunjukkan komitmen pemerintah untuk memberantas praktik korupsi di bidang pendidikan. Harapannya, langkah ini akan mendorong reformasi sistem pendidikan dokter yang lebih transparan dan akuntabel.
Terungkapnya skandal pungutan liar di PPDS Undip menjadi peluang bagi institusi pendidikan untuk melakukan introspeksi dan reformasi. Adanya praktik korupsi yang sistematis menunjukkan kebutuhan untuk memperkuat pengawasan dan transparansi dalam manajemen keuangan dan akademik. Dengan demikian, diharapkan masa depan pendidikan dokter di Indonesia akan lebih baik dan bebas dari praktik-praktik yang merugikan.
Dengan terungkapnya skandal pungutan liar di PPDS Undip, diharapkan pihak terkait dapat mengambil tindakan konkret untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan. Reformasi sistem pendidikan yang transparan dan akuntabel akan menjadi kunci untuk membangun generasi dokter yang berkualitas dan berintegritas.