“Angka kemiskinan naik ke 9,79 persen atau 1,63 juta ke angka 26,42 juta orang dan Islam sebagai agama yang syumul (sempurna) telah mengatur bagaimana menghadapi resesi ekonomi,” tuturnya.
Imam menyebutkan, dalam kondisi seperti ini umat mestinya bersandar pada instrumen sosial yang sudah ada, mulai dari zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
“Masing-masing instrumen memiliki mandat yang berbeda dan saling berkaitan. Mustahil zakat bisa hebat, kalau wakaf tidak luas, luar biasa, dan infak sedekah tidak berkembang. Jika instrumen ini belum bisa menuntaskan persoalan, bisa jadi kita belum lengkap mengerjakan atau belum sempurna menjalankannya,” ujarnya.
Tantangan selanjutnya adalah bagaimana membangun literasi. Karena, tidak mungkin umat melakukan aksi jika tidak memiliki kepedulian dan pengetahuan mengenai wakaf yang akan mendorong menjadi interest dan aksi.
“Maka untuk memulai action (aksi), kita membutuhkan literasi. Ketika aksi dilakukan berulang-ulang, maka akan menjadi habits (kebiasaan),” tambahnya.
Imam mengatakan, pendekatan dalam menunaikan wakaf saat ini tidak lagi era musabaqah (perlombaan), tetapi muawwanah, bersinergi, dan berkolaborasi agar wakaf, terutama dalam era digital.
Baca juga: Wakaf Bisa Jadi Lokomotif Kebangkitan Umat Islam