REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kisah pertobatan Samir hingga menjadi seorang Muslim bersifat intelektual dan juga emosial. Sebelum menjadi seorang mualaf, Samir sempat menjadi seorang komunis dan mengagumi negara-negara yang menganut ideologi sayap kiri tersebut.
Samir lahir dari keluarga yang cukup kaya sehingga ia mampu menempuh pendidikan hingga ke tingkat universitas. Ibunya adalah seorang Kristen yang kemudian menjadi ateis, sedangkan ayahnya memiliki keyakinan pribadi.
Baca Juga: Diiringi Lantunan Dzikir Marhaban, Rosziana Mantap Jadi Mualaf
Sejak muda, Samir sudah tertarik dengan perbincangan politik dan membaca buku sejarah. Namun, ia sulit membedakan antara sejarah militer dan politik. Saat itu, Samir pun memproklamirkan dirinya sebagai seorang komunis.
Seiring waktu, Samir kemudian belajar realpolitik dan sosiologi. Namun, ketika blok komunis jatuh, Samir sadar dan tidak lagi menjadi penggemar negara komunis. Akhirnya, Samir pun menjadi seorang agnostik, ia tidak bertuhan dan mempelajari filsafat.
Ia mempelajari filsafat karena ia tidak ingin mengulangi kesalahannya di masa lalu sebagai seorang komunis. Karena itu, dia saat itu menolak semua dogma.
“Saya ingin menghindari melakukan hal yang sama kesalahan seperti di masa lalu, jadi saya menolak semua dogma,” ujar Samir dikutip dari buku Stories of New Muslims.
Disclaimer: Semua artikel di kanal Sindikasi ini berasal dari mitra-mitra Viva Networks. Isi berita dan foto pada artikel tersebut di luar tanggung jawab Viva Networks.