REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bapaknya asli Bali sedangkan ibunya berasal dari Jawa. I Gede Mahardika putra dari kedua orang tua yang berbeda suku itu, lahir di Balikpapan, 1 Februari 1992. Dika sapaan akrabnya, merupakan anak bungsu dari enam bersaudara.
Ibunya awalnya seorang Muslim. Namun, menikah dengan tata cara agama yang dianut suaminya.
Sejak menikah, sang ibu kemudian berpindah agama seperti yang dianut ayah Dika. Sejak lahir hingga dewasa, Dika pun mengikuti agama yang dianut kedua orang tuanya.
Baca Juga: Hati Bergetar Tiap Dengar Adzan dan Shalawat, Sri Sayati Jadi Mualaf
Namun, saat ini ia sudah menjadi mualaf. Keputusannya memeluk Islam berawal dari candaan teman kantornya.
"Waktu itu sekitar tahun 2016, mayoritas di kantor beragama muslim, ketika sholat tiba mereka sering mengajak saya sholat, meski becanda, saya bilang titip saja,"ujar dia kepada Republika belum lama ini.
Sejak saat itu, selama satu setengah tahun Dika memutuskan untuk mempelajari Islam. Selama masa itu banyak hal yang terjadi kepadanya.
Misalnya saja, awal tahun 2017, setiap hari dia selalu terbangun setiap jam tiga pagi. Padahal aktifitas kesehariannya dilakukan seperti biasa. Hal itu dilakukan terus berulang-ulang.
Selain itu, tiga bulan sebelum bersyahadat, Dika pernah bermimpi berada di suatu tempat yang tidak diketahui. Belakangan tempat itu ternyata adalah halaman Masjidil Haram di Makkah dan bertemu seseorang yang tidak dia kenal.
Baca Juga: Perjalanan Berliku Paul Pogba Menjadi Seorang Mualaf
Dia juga bermimpi lagi sedang menunaikan ibadah haji dengan orang yang sama sebelumnya. Dia merasakan suasana Idul Adha dan Idul Fitri kemudian terdengar suara takbir.
"Di situ saya menangis, saya berdoa menggunakan bahasa saya. Saya bicara kalau memang jalan saya menuju islam bukakan jalan itu. Namun jika tidak kembali ke awal ke agama saya sebelumnya,"ujar dia.
Dari situ Dika mulai yakin untuk terus mempelajari Islam. Kemudian satu ketika Dika mendatangi satu masjid, Masjid Istiqamah sedang mengadakan kajian Ustadz Khalid Basalamah.
Saat itu Dika belum memeluk Islam. Dia datang dan tetap mengenakan pakaian yang sesuai dengan kajian. Kemudian dia diberikan minum dan sempat berbincang.
Tetapi jamaah lain menegurnya, dan bertanya pada Dika siapa orang yang diajak bicara karena dia tidak melihat siapa-siapa. Dika merasa akrab dengan orang yang memberi minum dan diajak bicara karena pernah bertemu di mimpi.
Ada rasa terkejut ketika memang orang itu menghilang saat jamaah lain bertanya. Dan Dika semakin yakin ada petunjuk untuk lebih mendalami Islam.
"Islam memberikan suasana hati yang berbeda. Saya merasa lebih khusyuk beribadah sholat lima waktu ketika menjadi muslim, itu alasan saya memeluk Islam,"jelas dia.
Di tahun 2017 juga Dika diundang oleh temannya yang baru pulang dari umroh. Dia mengadakan acara dengan tausyiah ustadz dengan judul menjemput hidayah, awalnya saat mendengar biasa saja, tetapi setelah mendengarkan lebih lanjut Dika semakin penasaran.
Kemudian baru setelah mengenal Islam lebih dalam, Dika berusaha mencari tahu syarat memeluk Islam. Dia pun datang ke Masjid At Taqwa di Balikpapan.
Awalnya hanya sekadar bertanga saja dan tidak berniat saat itu juga bersyahadat. Tetapi ketua pengurus masjid yang juga seorang mualaf memantapkan hatinya.
"Dia berkata, usia kita tidak ada yang tahu, jika kita sudah berniat bersyahadat saat ini maka lakukan sekarang, mana tahu setelah pulang Allah telah mencabut nyawa kita tetapi kita belum dalam keadaan Islam dan masih kafir,"ujar dia.
Hari itu 24 April 2018, Dika memutuskan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Sebelum datang, sebenarnya Dika telah berbicara dengan ibu dan saudara sepupunya yang Muslim.
Baca Juga: Wanita Dayak Atilla Sofeana Memilih Menjadi Mualaf
Disclaimer: Semua artikel di kanal Sindikasi ini berasal dari mitra-mitra Viva Networks. Isi berita dan foto pada artikel tersebut di luar tanggung jawab Viva Networks.