Keputusan Kristo untuk memilih Omara tanpa audisi lebih lanjut menjadi bukti bahwa Imajinari Studios mengutamakan karakter dan energi yang autentik dibanding nama besar atau tren pasar semata. Ernest Prakasa, sebagai produser, mengamini pilihan Kristo dan menyebut keputusan itu sangat "berani sekaligus tepat."
Omara, yang bukan aktor yang sering muncul di film komedi absurd, justru cocok karena datang tanpa beban gaya, tapi punya ketulusan dalam gestur yang kecil. "Dia diem aja, tapi auranya dapat. Saya langsung bilang ke tim: gue maunya Omara, gak mau yang lain," lanjut Kristo.
Saat diminta menceritakan pendapatnya tentang Gema, Omara mengaku karakter tersebut sangat relatable dengan pengalamannya sendiri. "Saya pernah ngerasa kayak beda dari orang lain, tapi enggak bisa bilang saya aneh. Karena kalau dibilang aneh, rasanya juga enggak cukup gila buat jadi aneh beneran," ujar Omara.
Omara merasa Gema adalah cerminan banyak orang yang tumbuh dengan perasaan tidak cocok di dunia yang terlalu "normal." "Gema itu orang yang cuma pengin ditemani, tapi dia terlalu kaku untuk nyatu sama orang lain. Jadi ya... dia milih jalan yang ekstrem. Itu nyakitin, tapi saya ngerti," tambahnya.
Penghayatan emosional ini membuat performa Omara dalam film menjadi sangat natural. Tanpa perlu banyak teknik akting dramatis, ia cukup menjadi dirinya sendiri, dan itulah yang membuat Gema hidup.