Pada foto keempat, emosi mencapai puncaknya. Bunda Maia tampak seperti sedang berkata sesuatu—mungkin ucapan haru, atau bahkan menahan tangis bahagia. Matanya menyipit, senyumnya lebih emosional, dan gelang perak sederhana di tangannya menambah sentuhan kemanusiaan dalam kemewahan acara.
Al tetap dalam posisinya, tenang dan perhatian. Ia tidak hanya sedang menari, tapi juga pendengar yang penuh empati. Tatapannya tidak berubah sejak awal; fokus, lembut, dan penuh penghormatan. Ini adalah momen klimaks yang penuh perasaan. Bisa jadi ini adalah simbol restu, simbol pemaknaan ulang atas perjalanan mereka sebagai ibu dan anak. Jika ada foto yang bisa menyimpan air mata, maka foto ini adalah contohnya.
Empat foto yang dirangkai ini bukan sekadar dokumentasi, melainkan cerita hidup yang dituangkan dalam gambar. Setiap foto mengungkapkan aspek berbeda dari hubungan emosional Al Ghazali dan Maia Estianty, menunjukkan betapa dalam dan berlapis maknanya.