• Photo :
        • Ilustrasi olahraga,
        Ilustrasi olahraga

      Co-lead author, Dr. Thomas Williams dari Extreme Environments Research Group University, menjelaskan mengapa tim memutuskan untuk meneliti kombinasi stresor untuk studi ini.

      “Kekurangan tidur sering dialami bersamaan dengan stresor lain. Misalnya, orang yang melakukan perjalanan ke ketinggian juga kemungkinan akan mengalami gangguan pola tidur mereka,” ujarnya.

      “Salah satu hipotesis potensial mengapa olahraga meningkatkan kinerja kognitif terkait dengan peningkatan aliran darah dan oksigenasi otak, namun, temuan kami menunjukkan bahwa bahkan ketika olahraga dilakukan dalam lingkungan dengan tingkat oksigen rendah, partisipan masih mampu melakukan tugas kognitif lebih baik daripada saat istirahat dalam kondisi yang sama,” tambahnya.

      Artikel tersebut menyatakan bahwa penjelasan mengapa CP meningkat selama olahraga, bahkan ketika seseorang kurang tidur dan rendah oksigen bisa menjadi perubahan pada jumlah hormon pengatur otak, serta sejumlah faktor psikofisiologis termasuk aliran darah otak, arousal, dan motivasi.

      Ini menyarankan bahwa kinerja kognitif tidak semata-mata bergantung pada area Prefrontal Cortex (PFC) otak, meskipun memainkan peran integral dalam melakukan tugas. 

      “PFC sangat sensitif terhadap lingkungan neurokimianya dan sangat rentan terhadap stres,” jelaskan co-lead author Juan Ignacio Badariotti dari Department of Psychology University.

      “Ia mengatur pemikiran, tindakan, dan emosi kita dan dianggap sebagai bagian utama otak yang terkait dengan fungsi eksekutif. Tetapi temuan kami menunjukkan bahwa mekanisme di balik CP mungkin tidak terisolasi pada area ini, dan sebaliknya kita harus mempertimbangkan itu sebagai produk dari serangkaian proses yang terkoordinasi secara luas di berbagai wilayah kortikal dan subkortikal,” tutupnya.

      Berita Terkait :
  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan