• Photo :
        • Pekerja menyelesaikan pembuatan gitar listrik di pabrik alat musik Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat,
        Pekerja menyelesaikan pembuatan gitar listrik di pabrik alat musik Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

      Jenis Musik 

      Sekarang ini muncul penilaian di sebagian kalangan masyarakat yang mengidentifikasi musik dan lagu tertentu sebagai “Islami” dan “non Islami”. Asalkan lirik lagunya “dibumbui” nama-nama Tuhan, maka disebut “Islami”. 

      Bahkan, cenderung menyamakan Arabisasi dengan Islamisasi. Semisal, musik/lagu yang beraroma padang pasir (gambus/berbahasa Arab) dianggap musik Islam sementara lainnya dicap bukan dari Islam. 

      Penilaian tersebut tidak hanya keliru, melainkan menyebabkan kita tercerabut dari akar kebudayaan kita sendiri. Keislaman bukan terletak pada bentuk dan penampilan (ekspresi) melainkan substansinya. 

      Juga muncul keinginan sebagian orang yang ingin “menundukkan” kesenian di bawah agama dengan memasukkan pesan-pesan keagamaan ke dalam kesenian tertentu. Contohnya, dengan menaburi lirik-lirik lagu dengan “pesan-pesan keagamaan”.

      Menurut Abdurrahman Wahid, hal ini disebabkan adanya ketimpangan relasi kuasa antar keduanya. Agama mencoba menundukkan kebudayaan melalui proses legitimasi. Proses ini berfungsi melakukan penyaringan terhadap hal-hal yang sesuai atau bertentangan dengan agama. Dengan ini, yang “diperbolehkan” adalah yang memperoleh legitimasi, sementara yang lain tidak. 

      Sebetulnya, tidak tepat menghadap-hadapkan antara agama dan kesenian (termasuk musik). Keduanya memiliki independensi masing-masing. Terkadang, hubungan keduanya bersifat mutualis-simbiosis. Juga tidak jarang keduanya saling serang dan menyerang. Dalam kehidupan, itu pasti terjadi, dan tidak perlu disesalkan. Tinggal bagaimana menempatkan keduanya pada proporsi masing-masing secara adil, bebas, dan merdeka. Wallahu a’lam bi sawab.

      Berita Terkait :
  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan