• Photo :
        • Menolak Lamaran,
        Menolak Lamaran

      Sahijab – Hijabers mungkin pernah mengalami atau mendengar cerita, saat seorang lelaki saleh dengan keberanian dan penuh percaya diri datang melamar. Namun, karena sesuatu hal atau pertimbangan tertentu, pinangannya untuk berlanjut ke pernikahan tersebut tak sesuai harapan. 

      Padahal, banyak yang beranggapan lelaki tersebut baik, berilmu, rajin beribadah, dan berakhlak mulia. Tidak ada hal yang membuat dirinya patut ditolak lamarannya, jika dilihat dari sisi agama dan akhlaknya.

      Terkait hal itu, apakah seorang perempuan dibolehkan untuk menolak lamaran yang datang dari seorang laki-laki saleh seperti itu? Ustadz Ammi Nur Baits, Dewan Pembina Konsultasisyariah, seperti dikutip Sahijab menjawabnya.

      Baca juga: Pernikahan Beda Agama dalam Islam, Haruskah Dibatalkan?​

      Menurut Ustadz Ammi Nur, menolak atau tidak menyukai lamaran lelaki saleh itu latar belakangnya ada dua. Pertama, tidak suka yang sifatnya manusiawi. Misalnya, tidak suka dengan wajahnya yang kurang indah dipandang, atau karakternya yang pelit atau kasar.

      Kedua, tidak suka karena agamanya. Dia tidak ada yang bermasalah secara fisik, tetapi dia benci setiap lelaki berjenggot, atau lelaki yang rajin sholat berjamaah di masjid, atau lelaki yang suka puasa sunnah, dst.

      Sehingga, tambahnya, rasa tidak suka itu muncul karena orang ini mengamalkan sunnah atau karena ia seorang dai yang mengajarkan tauhid.

      Menurut Ustadz Ammi Nur, ada beberapa orang yang mereka tidak menyukai Umar bin Khatab, karena karakter beliau yang sangat tegas. Meskipun, mereka mencintai Umar, karena kesalehannya.

      Lanjutnya, dulu ada sahabat sangat saleh, dijamin masuk surga oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namanya Tsabit bin Qais bin Syammas. Beliau menikah dengan Jamilah bintu Abdillah. Suatu ketika, Jamilah pernah melihat suaminya berjalan bersama deretan para sahabat. Dia terheran, tidak ada lelaki yang lebih jelek daripada suaminya. Hingga, dia merasa tidak tahan untuk bersama Tsabit, karena takut tidak bisa menunaikan hak suaminya.

      Beliau lapor kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

      يَا رَسُولَ اللَّهِ ثَابِتُ بْنُ قَيْسٍ أَمَا إِنِّى مَا أَعِيبُ عَلَيْهِ فِى خُلُقٍ وَلاَ دِينٍ وَلَكِنِّى أَكْرَهُ الْكُفْرَ فِى الإِسْلاَمِ

      “Ya Rasulullah, Tsabit bin Qais, saya sama sekali tidak membenci keindahan akhlak dan agamanya yang bagus. Namun, saya khawatir kufur dalam Islam.” (HR. Bukhari 5273, Nasai 3476, dan yang lainnya)

      Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh istrinya untuk mengembalikan maharnya. Lalu, Tsabit diminta menjatuhkan talak untuknya.

      Rasa tidak suka semacam itu, menurut Ustadz Ammi Nur, sifatnya manusiawi. Semua orang, tentu mengharapkan pasangan yang menyejukkan pandangannya. Baik lelaki maupun wanita. Sehingga. jika ini ada dalam diri seseorang, dia tidak berdosa.

      Berbeda, dengan tidak suka kepada seseorang karena agama. Dia membenci orang itu, bukan karena bawaan sifat manusiawi. Namun, karena dia komitmen dengan agama. Dia lebihi suka dengan pasangan, yang sama-sama jauh dari agama.

      “Beberapa lelaki, serasa sepet jika melihat wanita berhijab. Yang bikin sepet, jilbabnya bukan wajahnya. Beberapa wanita, serasa sepet ketika melihat lelaki berjenggot. Yang bikin sepet jenggotnya, bukan wajahnya,” ujarnya.

      “Anda bisa bayangkan, andaikan manusia semacam ini hidup di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, mereka setiap hari akan merasa sepet ketika melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Mereka memelihara jenggot, pakaiannya di atas mata kaki. Sementara, semua wanitanya berhijab,” tambahnya.

      Menurutnya, jika manusia semacam ini hidup di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mungkin mereka akan bergabung dengan komunitas Yahudi di luar kota Madinah, agar tidak sepet melihat wanita berjilbab atau lelaki berjenggot.

      Kebencian semacam ini berbahaya. Bisa menghapus amal, dan menggiring pelakunya kepada kekufuran. Allah berfirman,

      وَالَّذِينَ كَفَرُوا فَتَعْسًا لَهُمْ وَأَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ . ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ

      “Orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menyesatkan amal-amal mereka. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al Quran) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.” (QS. Muhammad: 8 – 9)

      Sementara itu, fatwa Dr. Soleh al-Fauzan.

      Beliau pernah ditanya, bolehkah menolak pinangan lelaki saleh, karena tidak cinta

      Jawaban beliau,

      إذا كنت لا ترغبين الزواج من شخص؛ فلا إثم عليك، ولو كان صالحًا؛ لأن الزواج مبناه على اختيار الزوج الصالح مع الارتياح النفسي إليه ؛ إلا إذا كنت تكرهينه من أجل دينه؛ فإنك تأثمين في ذلك من ناحية كراهة المؤمن، والمؤمن تجب محبته لله ، ولكن لا يلزمك مع محبتك له دينًا أن تتزوجي منه مادمت لا تميلين إليه نفسيًا . والله أعلم

      “Menolak menikah dengan seseorang, tidak berdosa. Meskipun dia orang soleh. Karena, menikah prinsipnya adalah memilih pasangan yang soleh dan adanya rasa cinta dari hati. Kecuali, jika Anda tidak suka dengannya karena agamanya. Maka, Anda berdosa dalam hal ini, karena Anda membenci orang mukmin. Sementara, orang mukmin wajib dicintai karena Allah. Akan tetapi, Anda tidak harus menikah dengannya, selama Anda tidak ada rasa cinta. Allahu a’lam.” (al-Muntaqa min Fatawa Dr. Sholeh al-Fauzan, 3/226)

      Baca juga: 5 Tips Agar Kulit Wajah Glowing Sebelum Hari Pernikahan​

      Berita Terkait :
  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan