• Photo :
        • Ustadz Abdul Somad,
        Ustadz Abdul Somad

      Ketika ke toilet, ia benar-benar sadar bahwa kaki yang masuk terlebih dahulu adalah kaki kiri dengan doa khusus. Saat minum, ia sadar bahwa tangan yang ia gunakan adalah tangan kanan. Per putaran waktu ia disadarkan. Sadar saat terbit fajar. Sadar saat matahari mulai naik. Sadar saat matahari tergelincir. Sadar saat matahari mulai redup. Sadar saat matahari tenggelam. Sadar saat malam telah sempurna. ..

      Kesadaran itu diwujudkan dalam bentuk ucapan, gerakan, ingatan dan doa dalam shalat-shalat wajib dan sunnat. Bahkan lebih halus dari itu. Seorang muslim mesti sadar atas setiap hembusan nafasnya. Saat berkunjung ke Syaikh Muhammad Saifuddin al-Kurdi. Saya tidak melihat mereka memegang tasbih seperti lazimnya majelis zikir. Ntah Syaikh sadar dengan fikiran saya. Ia pun berucap, "Kami tidak lagi menghitung zikir dengan tasbih. Tapi tarikan dan hembusan nafas itu diisi zikir. Sehingga kita sadar". Hidup ini sebenarnya baru sampai pada level mencari kesadaran. Puncak kesadaran itu adalah kematian. Itu yang terbersit dari ungkapan:
      الناس نيام فاذا ماتوا انتبهوا

      "Manusia itu tidur (tidak sadar), ketika ia mati, barulah ia terjaga (sadar)", ucapan Sayyidina Ali yang terpahat di nisan Annemarie Schimmel.

      Ramadan mendidik kita untuk selalu sadar. Selalu waspada, takut tertelan sesuatu. Khawatir terpandang yang dapat membatalkan puasa. Sadar untuk tidak bicara aib orang lain. Puncak kesadaran saat puasa adalah ketika menjelang finish, benar-benar sadar dan dipastikan bahwa yang terdengar itu adalah azan maghrib dari masjid, bukan handphone. Selamat buka puasa.

      Baca juga: 4 Ustadz yang Sukses Jadi Pengusaha​

      Berita Terkait :
  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan