• Photo :
        • Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh,
        Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh

      Sahijab – Majelis Ulama Indonesia atau MUI mengeluarkan fatwa nomor 31 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan sholat Jumat dan Berjamaah untuk mencegah penularan wabah COVID-19.

      Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan, pada dasarnya sholat Jumat hanya boleh diselenggarakan satu kali di satu masjid pada satu kawasan.

      "Untuk mencegah penularan wabah Covid-19, maka penyelenggaraan sholat Jumat boleh menerapkan physical distancing dengan cara perenggangan saf," kata Ni'am di Jakarta, Jumat 5 Juni 2020.

      Baca juga: Anies Izinkan Sholat Berjamaah di Masjid Mulai Jumat

      Jika jamaah sholat Jumat tidak dapat tertampung karena adanya penerapan physical distancing, menurutnya, boleh dilakukan ta'addud al-jumu'ah (penyelenggaraan sholat Jumat berbilang), dengan menyelenggarakan sholat Jumat di tempat lainnya seperti mushola, aula, gedung pertemuan, gedung olahraga, dan stadion.

      Dalam hal ini, kata Ni'am, di masjid dan tempat lain masih tidak menampung jamaah sholat Jumat dan/atau tidak ada tempat lain untuk pelaksanaan sholat Jumat.

      Sedangkan sidang Komisi Fatwa MUI berbeda pendapat terhadap jamaah yang belum dapat melaksanakan sholat Jumat sebagai berikut:

      Pendapat pertama, menurut dia, jamaah boleh menyelenggarakan sholat Jumat di masjid atau tempat lain yang telah melaksanakan sholat Jumat dengan model shift, dan pelaksanaan sholat Jumat dengan model shift hukumnya sah.

      Pendapat kedua, jamaah melaksanakan sholat dzuhur, baik secara sendiri maupun berjamaah, dan pelaksanaan sholat Jumat dengan model shift hukumnya tidak sah.

      Terhadap perbedaan pendapat di atas (poin a dan b), dalam pelaksanaannya jamaah dapat memilih salah satu di antara dua pendapat dengan mempertimbangkan keadaan dan kemaslahatan di wilayah masing-masing.

      Kemudian, ia mengatakan, untuk ketentuan hukum perenggangan shaf sholat saat berjamaah, yaitu meluruskan dan merapatkan shaf (barisan) pada sholat berjamaah merupakan keutamaan dan kesempurnaan berjamaah.

      "Sholat berjamaah dengan shaf yang tidak lurus dan tidak rapat, hukumnya tetap sah, tetapi kehilangan keutamaan dan kesempurnaan jamaah," katanya.

      Namun, untuk mencegah penularan wabah COVID-19, penerapan physical distancing saat sholat jamaah dengan cara merenggangkan shaf hukumnya boleh, sholatnya sah dan tidak kehilangan keutamaan berjamaah, karena kondisi tersebut sebagai hajat syar'iyyah.

      Selain itu, kata Ni'am, menggunakan masker yang menutup hidung saat sholat hukumnya boleh dan sholatnya sah, karena hidung tidak termasuk anggota badan yang harus menempel pada tempat sujud saat sholat.

      "Menutup mulut saat sholat hukumnya makruh, kecuali ada hajat syar'iyyah. Karena itu, sholat dengan memakai masker, karena ada hajat untuk mencegah penularan wabah Covid-19 hukumnya sah dan tidak makruh," katanya.

      Untuk itu, ia merekomendasi kepada masyarakat bahwa pelaksanaan sholat Jumat dan jamaah perlu tetap mematuhi protokol kesehatan, seperti memakai masker, membawa sajadah sendiri, wudhu dari rumah, dan menjaga jarak aman.

      Kemudian, perlu memperpendek pelaksanaan khutbah Jumat dan memilih bacaan surat Alquran yang pendek saat sholat. "Jamaah yang sedang sakit, dianjurkan sholat di kediaman masing-masing," ujarnya.

      Baca juga: Ketika Sholat Merasakan Seperti Buang Angin, Bagaimana Hukumnya?​

      Berita Terkait :
  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan