• Photo :
        • Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Asrorun Ni’am Sholeh,
        Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Asrorun Ni’am Sholeh

      Sahijab – Majelis Ulama Indonesia atau MUI mengeluarkan Fatwa Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengurusan Jenazah Muslim yang terinfeksi virus Corona atau Covid-19.

      Fatwa tersebut, mengatur beberapa hal, salah satunya proses pengurusan jenazah yang sesuai protokol kesehatan mulai tahap pemandian jenazah, pengkafanan, penyolatan hingga penguburan.

      Baca juga: Bantu Kubur Pasien Covid-19, Imam Masjid Dilarang Pimpin Sholat Jumat​

      Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Ni’am Sholeh menekankan, pengurusan jenazah korban COVID-19 dipastikan memenuhi syariat islam. 

      "Yang pasti (pengurusan jenazah) memenuhi syariat, namun harus tetap memenuhi protokol kesehatan untuk tidak mempunyai potensi penularan diri sendiri dan orang lain," kata Asrorun, saat dialog melalui ruang digital di Media Center Gugus Tugas Nasional, Jakarta, Kamis 25 Juni 2020. 

      Ia menambahkan, tahapan dalam protokol kesehatan pengurusan jenazah yang tercantum dalam fatwa tersebut antara lain: 

      - Tahapan memandikan jenazah korban COVID-19, bisa dimandikan tanpa harus melepaskan pakaian, saat kondisi normalpun tidak harus untuk melepas pakaiannya, kuncinya adalah membersihkan najis yang terdapat dalam tubuhnya. Yang memandikan, diupayakan sesuai dengan jenis kelamin jenazah. Namun, jika tidak memungkinkan, tetap dimandikan tanpa harus melepas pakaiannya.

      - Tahap pengkafanan setelah dimandikan dan disucikan. Pengkafanan cukup satu helai dan dimungkinkan ditutup menggunakan plastik dan dimasukan ke dalam peti untuk mencegah potensi penularan.

      - Tahap penyolatan cukup diwakilkan oleh orang Muslim di rumah sakit, di mushola terdekat, atau di pemakaman. Artinya, di mana pelaksanaan sholat sangat fleksibel. 

      - Terakhir pemakaman tetap dilakukan seperti biasa. Petugasnya penting untuk mencegah potensi penularan dengan menggunakan alat pelindung diri. 

      Lebih lanjut, Asrorun mengungkapkan, MUI memiliki perhatian sangat tinggi untuk penanggulangan COVID-19 ini dengan mengajak para ahli dalam merumuskan kebijakan. 

      "MUI memiliki concern sangat tinggi terkait ikhtiar penanganan, pencegahan, dan penanggulangan wabah Covid-19, dengan mengundang berbagai pakar dari BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), Kemenkes (Kementerian Kesehatan), dan guru besar UI (Universitas Indonesia), untuk melakukan pengkajian dan memperoleh informasi terkait Covid," ujarnya.

      Ia juga mengimbau kepada masyarakat, untuk selalu melakukan ikhtiar dalam mencegah dan menjaga diri dari bahaya, serta mengutamakan kepentingan orang lain. 

      Kewajiban pertama, kata dia, ikhtiar mencegah dan memastikan pemulasaran sesuai ketentuan syariah dan menjaga diri dari bahaya. Kemudian, ketika ada benturan antara memenuhi syariah dan keselamatan jiwa. 

      "Maka kepentingan orang yang hidup didahulukan, daripada yang wafat. Namun, saat ini kita bisa memenuhi antara hak jenazah dan hak orang yang masih hidup," katanya. 

      Merujuk pada Fatwa MUI tersebut, ia menambahkan, umat Islam yang meninggal akibat COVID-19 dihukumi mati syahid, yaitu syahid akhirat yang berarti Muslim yang meninggal dunia karena kondisi tertentu (antara lain karena wabah [tha’un], tenggelam, terbakar, dan melahirkan), yang secara syar’i dihukumi dan mendapat pahala syahid (dosanya diampuni dan dimasukkan ke surga tanpa hisab).

      Baca juga: Kisah Freddy Budiman, Khatam Alquran 7 Kali Sehari Menjelang Eksekusi​

      Berita Terkait :
  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan