• Photo :
        • Jemaah Haji Saat Tiba di Bandara,
        Jemaah Haji Saat Tiba di Bandara

      Pembatalan haji ini, pasti akan dicatat dalam sejarah modern. Sebab, ibadah haji memang punya "maqam" khusus dalam Islam. Apalagi, dalam budaya tertentu. Dengan segala tafsirnya, haji menjadi sub kultur. Bahkan, haji sebagai wahana konsolidasi umat Islam dunia.

      “Ya, efek psikologis calon haji yang batal tahun ini sangat dirasakan. Untuk mengetahui secara lebih detail memang diperlukan survei. Namun, gambaran umumnya bisa diprediksi. Terutama, bagi calon haji yang sudah berusia sepuh. Mereka pasti sangat sedih. Ada asumsi, usia tua mendapat prioritas. Semakin bertambah usia, kualitas kesehatan semakin menurun. Walaupun, usia tidak berbanding lurus dengan ajal,” jelasnya.

      Tentu, lanjut Thobib, rasa sedih calon haji yang jumlahnya sekitar 200 ribuan orang itu berbeda-beda. Secara prinsip, rasa sedih bisa menimbulkan kekecewaan. Bahkan, bisa mencapai frustasi. Ibadah haji memiliki syarat istitha'ah (kemampuan) yang sangat luas. Syarat satu terhubung dengan yang lain. Tali temali, termasuk keamanan jiwa. Sehingga, syarat haji bukan syarat tunggal.

      Hal yang perlu diketahui, setiap individu memiliki gambaran kesedihan yang berbeda. Semua tergantung dari faktor yang melingkupinya. Yang paling memengaruhi adalah faktor "kemembalan" jiwa (resiliensi). Setiap calon haji, punya daya tahan psikologis masing-masing dalam menghadapi masalah. Nah, gambaran kesedihan calon haji batal tahun ini bisa dijelaskan sebagai berikut:

      Pertama, denial (penyangkalan). Saat mendengar pengumuman batal haji, sadar atau tidak, ada penyangkalan dalam hati. Itu wajar. Denial merupakan tahapan rasa kecewa. Ada rasa "tidak terima" karena kehilangan kesempatan naik haji tahun ini. Penyangkalan biasanya diikuti kalimat misalnya: "seharusnya pemerintah bisa mengusahakan". "Jika waktu persiapan kurang, kan sudah lama berpengalaman", dan seterusnya. Pernyataan yang bisa disebut standar atas pembatalan haji di era teknologi ini.

      Kedua, ungkapan kemarahan. Dari sikap menyangkal atas fakta, merembet ke ungkapan marah yang membuncah. Mungkin ada calon haji yang berpikir, hidup terasa tidak adil. Sudah lama menunggu antrean, pada tahun berangkat justru batal. Umumnya, marahnya dilampiaskan pada suatu obyek. Dalam konteks ini pemerintah. Di zaman Medsos seperti ini, ada yang disalurkan melalui status atau postingan yang tidak layak. Mereka lupa bahwa haji adalah panggilan. Ada koneksi ketuhanan (QS: Ali Imran: 97). Saatnya nanti Allah akan panggil kembali.

      Berita Terkait :
  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan