• Photo :
        • Jemaah Haji Saat Tiba di Bandara,
        Jemaah Haji Saat Tiba di Bandara

      Ketiga, rasa penyesalan. Saat situasi mengecewakan, sering muncul rasa menyesal. Apalagi, jika kerinduan begitu membuncah. Kenapa begini dan kenapa begitu. Pada titik tertentu, penyesalan diri yang mendalam bisa melemahkan pikiran. Tanpa sadar, muncul penyesalan kenapa tidak daftar lebih awal sehingga bisa berangkat tahun lalu. Tentu, tidak semua calon haji begitu. Ekspresi penyesalan berbeda-beda setiap orang. Menyesali, karena kebijakan Arab Saudi dan Pemerintah Indonesia. Menyesali atas kondisi. Menyesali atas kemungkinan usia belum tentu sampai tahun depan, dan sebagainya. 

      Keempat, pada tahap tertentu muncul perasaan depresi. Apalagi, jika tujuan hajinya ada muatan "hawa". Misalnya, kebelet ingin menjadi "pak haji" dan bu "hajjah" dalam budaya tertentu. Mungkin, ada target-target duniawi lainnya. Tahapan depresi merupakan tahapan paling menyedihkan dalam diri seseorang. Semua terasa berat dan menekan jiwa. Orang yang mengalami depresi muncul ciri seperti sering mengurung diri, murung, atau menarik diri dari lingkungan sosial. Jika ada yang seperti ini, maka seharusnya belum cukup syarat pergi haji. Niatan hajinya tidak murni karena Allah, tapi karena tujuan jangka pendek.

      Kelima, keikhlasan dan menerima (acceptance). Gambaran psikologis calon haji ini memiliki insight cukup. Mereka menerima dan pasrah atas keputusan pemerintah. Semua sudah ada yang mengatur.  Ketetapan yang sudah ada dalam Lauhul Mahfudz. Ini merupakan tahapan emosi keikhlasan dan kepasrahan. Mereka mencoba menerima segala keputusan, keadaan dan juga kehidupan dengan hati yang lapang. Respons emosi dan spiritual yang paling jernih dan tinggi. Mereka menyadari bahwa haji adalah panggilan Tuhan. Maka tidak yang bisa memaksa kecuali iradah Tuhan. Niat Haji terhubung langsung dengan Sang Pencipta. Meski hampir seluruh amalannya secara fisik, tapi sasaran utamanya adalah pembentukan jiwa.

      Intinya, kata Dosen Psikologi Islam Program Kajian Timteng dan Islam SKSG Universitas Indonesia ini, semua kita perlu memahami pembatalan dengan bijak. Situasi global tidak memungkinkan dilaksanakan haji tahun ini. Pelaksanaan haji hampir tidak mungkin "physical distancing". Tidak cukup pula, hanya rajin cuci tangan dan pakai masker. Kenapa? Semua rangkian ibadahnya berkerumun, mulai thawaf, sai, wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, stay di Mina, dan lontar Jumrah. Belum termasuk sholat Jumatnya. Mencium Hajar Aswad. Doa-doa di tempat mustajab, seperti Multazam, Hijr Ismail, Raudhah, dan lainnya. 

      Pembatalan haji adalah keputusan yang sangat berat. Banyak pertimbangan yang dijadikan dasar. Tentu kritik atas keputusan pemerintah itu wajar. Sebagai negara demokrasi, sekaligus menjalankan mekanisme kontrol. Pemerintah memahami kesedihan jamaah Indonesia. Namun, demi kepentingan kemanusiaan, keputusan pembatalan terpaksa dilakukan. Kita semua berharap, seluruh calon haji tahun 2020, akan tetap diberi kesempatan untuk berhaji tahun 2021, dalam kondisi lebih baik, lahir batin. Wallahu a'lam.

      Baca juga: Syarat yang Wajib Dipenuhi Jamaah Haji 2020​

      Berita Terkait :
  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan