• Photo :
        • Source : Republika,
        Source : Republika

      Håkan Hvitfelt melakukan survei pada tahun 1990-an untuk meneliti sikap publik Swedia terhadap Islam. Dia menemukan bahwa mayoritas orang Swedia memiliki "sikap yang agak atau sangat negatif terhadap Islam" dan menganggap Islam "tidak sesuai dengan demokrasi, menindas perempuan, dan bersifat ekspansif".

      Hvitfelt mengklaim bahwa media bertanggung jawab atas sikap negatif. Sikap terhadap Islam dan Muslim pada akhir 1990-an dan awal abad ke-21 telah meningkat, tetapi menurut Otterbeck, "tingkat prasangka dulu dan sekarang masih tinggi." 

      Selama abad ke-18, opini publik terhadap dunia Muslim meningkat dengan kontak terus-menerus dengan Kekaisaran Ottoman. Raja Karl XII membuat pengecualian terhadap undang-undang kewarganegaraan yang disebutkan di atas pada tahun 1718, yang mengizinkan migran Muslim dan Yahudi dari Kekaisaran Ottoman untuk menjalankan agama mereka. [4] Opini terhadap Islam dan Muslim sekali lagi merosot pada awal abad ke-20 dengan munculnya nasionalisme dan orientalisme di Swedia. Uskup Agung Nathan Söderblom, guru dan mentor dari beberapa cendekiawan Orientalis Swedia terkemuka, sangat kritis terhadap iman tersebut. Sikap Söderblom sangat berdampak pada wacana akademis, mengingat hanya sedikit sarjana Swedia pada saat itu yang memiliki hubungan dengan Muslim. [5]

      Setelah Perang Dunia Kedua, konsep multikulturalisme mendapat dukungan di kalangan publik Swedia dan pemerintah Swedia. Pada 1980-an, kehadiran Islam menjadi terlihat di masyarakat Swedia untuk pertama kalinya dan mendapat tanggapan yang beragam. Jonas Otterbeck, sejarawan agama Swedia, mengklaim bahwa sebagian besar sentimen Anti-Muslim di negara itu berasal dari oposisi terhadap pakaian tradisional Islam seperti jilbab dan keyakinan bahwa Wahhabisme Saudi (sebuah gerakan yang sangat konservatif dalam Islam) adalah perwakilan dari seluruh agama. [11] Pada akhir 1980-an, kelompok xenofobia ekstremis mulai menargetkan Muslim sebagai masalah sosial yang parah dan menyebabkan resesi dalam ekonomi Swedia. [12]

      Håkan Hvitfelt melakukan survei pada tahun 1990-an untuk meneliti sikap publik Swedia terhadap Islam. Dia menemukan bahwa mayoritas orang Swedia memiliki "sikap yang agak atau sangat negatif terhadap Islam" dan menganggap Islam "tidak sesuai dengan demokrasi, menindas perempuan, dan bersifat ekspansif". Hvitfelt mengeklaim bahwa media bertanggung jawab atas sikap negatif. [12] Sikap terhadap Islam dan Muslim pada akhir 1990-an dan awal abad ke-21 telah meningkat tetapi menurut Otterbeck, "tingkat prasangka dulu dan sekarang masih tinggi." [6]

      Berita Terkait :

      Disclaimer: Semua artikel di kanal Sindikasi ini berasal dari mitra-mitra Viva Networks. Isi berita dan foto pada artikel tersebut di luar tanggung jawab Viva Networks.

  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan