Sahijab – Arab Saudi mulai memberikan izin beribadah umroh sejak 5 Oktober 2020, meski terbatas bagi warganya dan ekspatriat yang tinggal di sana.
Pada 1 November mendatang, Saudi rencananya akan mulai memberi lampu hijau bagi jamaah dari luar Saudi. Namun, Saudi akan merilis terlebih dahulu negara yang mendapat izin memberangkatkan jamaah.
Umroh atau umrah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), artinya kunjungan (ziarah) ke tempat suci (sebagai bagian dari upacara naik haji, dilakukan setiba di Mekah) dengan cara berihram, tawaf, sai, dan bercukur, tanpa wukuf di padang Arafah, yang pelaksanaannya dapat bersamaan dengan waktu haji atau di luar waktu haji; haji kecil. Sedangkan jamaah atau jemaah dalam KBBI, artinya kumpulan atau rombongan orang beribadah; -- haji.
Sebagai persiapan, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, mulai menyusun mitigasi risiko penyelenggaraan ibadah umroh di masa Covid-19.
Baca juga: Arab Saudi Buka Umroh, Kemenag: Semoga Indonesia Dapat Izin
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus, Arfi Hatim mengatakan, mitigasi ini akan dibuat dalam bentuk regulasi yang bisa menjadi acuan bersama seluruh stakeholder penyelenggaraan umroh.
"Bentuknya bisa Keputusan atau Peraturan Menteri Agama. Kita masih rumuskan, semoga regulasi ini bisa segera selesai. Jika memang Indonesia diizinkan, prioritas kami memberangkatkan jamaah umrah yang tertunda sejak 27 Februari, karena kebijakan Saudi menutup akses masuk," kata Arfi dalam keterangannya di Jakarta, Rabu 7 Oktober 2020.
Menurut Arfi, tercatat ada sekitar 36 ribu jamaah yang tertunda keberangkatannya. Mereka sudah melakukan pembayaran ke Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). "Fokus kami saat ini memprioritaskan mereka. Data terus divalidasi sembari kami siapkan regulasi," jelasnya.
Tahap selanjutnya, kata Arfi, Kemenag akan membahas draft regulasi ibadah umroh di masa pandemi ini dengan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan, BNPB (Satgas Pencegahan Covid-19), dan asosiasi PPIU.
"Penyelenggaraan umroh era pandemi, diharapkan bisa memberikan pengalaman bagi penyelenggaraan haji 1442H," tuturnya.
Sedangkan Menag periode 2014-2019, Lukman Hakim Saefuddin, menilai bahwa Kemenag harus segera menyiapkan regulasi penyelenggaraan umroh di masa pandemi yang akan menjadi dasar kebijakan.
Pria yang akrab disapa LHS ini mengenalkan formula 6-6-3 dalam mitigasi penyelenggaraan umroh di masa pandemi. Dia membagi mitigasi itu dalam tiga kelompok, enam skema pra penyelenggaraan (keberangkatan), enam skema saat penyelenggaraan, dan tiga tahapan paska penyelenggaraan (kepulangan).
"Penyiapan regulasi adalah yang pertama harus dilakukan dari enam tahapan pada fase pra penyelenggaraan," kata Lukman.
Skema kedua tahap pra penyelenggaraan adalah merumuskan konsep distribusi kuota. LHS menduga, Saudi akan menetapkan kuota dalam penyelenggaraan umrah di masa pandemi.
"Setiap negara mendapat kuota yang harus didistribusi beradasarkan lokus (provinsi) dan tempus (waktu). Bisa jadi akan ada jadwal penyelenggaraan umrah (bulanan). Ini perlu dirumuskan," ujar LHS.
Ketiga, penerapan protokol kesehatan sejak dari rumah sampai tempat karantina. "Karantina bisa memanfaatkan asrama haji," terangnya.
Keempat, penerapan protokol saat jemaah mengikuti karantina. Termasuk dalam hal ini adalah protokol pelaksanaan swab dan bagaimana penanganannya jika ada jemaah terkonfirmasi positif.
Kelima, penerapan protokol di bandara tanah air. "Mitigasi keenam adalah penerapan protokol dalam pesawat. Harus dipastikan juga bahwa penerbangannya adalah direct flight," tegasnya.
Enam skema mitigasi lainnya, lanjut LHS, diperlukan pada tahap penyelenggaraan umrah. Hal ini diawali dengan penerapan protokol di Bandara Saudi (Jeddah/Madinah), tidak hanya bagi jemaah tapi juga petugas PPIU yang mendampingi jemaah.
Skema kedua tahap, penyelenggaraan adalah penerapan protokol perjalanan darat dari bandara Saudi ke hotel. Skema ketiga, penerapan protokol di hotel. "Ini bisa mengikuti ketentuan Saudi. Namun, protokol kita juga harus mengatur hal-hal detail terkait aktivitas jemaah selama di hotel," tuturnya.
Keempat, penerapan protokol bagi jamaah saat berada di Masjidil Haram dan Nabawi. Kelima, penerapan protokol jelang kepulangan. "Jamaah harus dipastikan dalam kondisi negatif Covid-19. Bisa dengan melakukan swab tes sebelum naik pesawat dari Saudi," ucapnya.
"Terakhir, skema penyelenggaraan yang harus disiapkan adalah penerapan protokol jika ada jamaah yang terkonfirmasi positif Covid di Saudi. Ini, tentunya juga terkait kebijakan Saudi," sambungnya.
Untuk mitigasi pascaumroh (kepulangan), LHS menawarkan tiga skema, yaitu: penerapan protokol di Bandara Saudi (Jeddah/Madinah) sebelum pulang, protokol di pesawat saat menuju tanah air, dan protokol di Bandara di Tanah Air.
LHS mengapresiasi inisiatif Direktorat Bina Umrah Kemenag menyusun regulasi mitigasi penyelenggaraan umroh di masa pandemi. Dia mendorong, agar rumusan regulasi tersebut didiskusikan juga dengan stakeholders penyelenggaraan umrah. Dengan demikian, keputusan yang diambil nantinya bisa menjadi tanggung jawab bersama, baik PPIU maupun kementerian dan lembaga terkait.
Baca juga: 5 Manfaat Kacang Arab untuk Kesehatan, Ampuh Atasi Anemia