• Photo :
        • Pengemis,
        Pengemis

      Sahijab – Dalam agama islam, perilaku meminta-minta merupakan perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan oleh setiap manusia bahkan sama seperti pengemis. setiap umat-Nya sudah diajarkan untuk selalu bekerja keras dengan cara yang halal dan diiringi dengan doa. Mengapa demikian?

      Allah SWT mewajibkan kepada semua umat-Nya untuk menyisihkan sebagian hartanya untuk diberikan kepada orang yang membutuhkan, seperti kaum dhuafa, yatim dan piatu. Hal ini dilakukan agar kita selalu senantiasa menjaga kehormatan diri dan tidak merendahkan diri sendiri karena menjadi orang yang suka meminta-minta kepada orang lain.

      Tidak hanya itu saja, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang umatnya untuk meminta-minta. Seorang muslim hanya boleh mengharapkan dan meminta pertolongannya kepada Allah SWT semata. 

      "Siapa yang memberikan jaminan kepada-Ku bahwa dia tidak akan meminta sesuatu kepada orang lain. Maka, Aku juga menjamin untuknya surga." (HR Abu Daud dan Hakim)

      Banyak hadis yang menjelaskan bahwa larangan meminta-minta, seperti hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma, dirinya berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seseorang senantiasa meminta-minta kepada manusia, sehingga ia besok pada hari kiamat akan datang sedangkan di wajahnya tidak ada sepotong daging pun.” 

      Baca Juga: Hikmah Beriman Kepada Qada dan Qadar, Yang Harus Diketahui!

      Berdasarkan hadis ini dapat kita ketahui bahwa meminta-minta tanpa ada keperluan dilarang dalam agama Islam, dengan maksud meminta-minta hanya untuk memperkaya diri secara pribadi, apalagi merengek-rengek dalam meminta kepada manusia lainnya. 

      Jika seseorang menggunakan wajahnya yang dijadikan alat untuk meminta-minta kepada manusia lain, maka adzabnya pada hari kiamat adalah dihilangkannya daging pada wajahnya. Hadis lain tentang larangan mengemis atau meminta-minta berikutnya dari Abu Hurarirah radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, sebagai berikut  

      Yang dimaksud dengan meminta-minta yang tercela adalah bukan dalam keadaan darurat dengan maksud memperbanyak harta, bukan karena kebutuhan. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

      مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ

      “Siapa yang meminta-minta harta pada manusia untuk memperbanyak harta (bukan karena kebutuhan), maka ia berarti meminta bara api, maka sedikitkan atau perbanyak.” (HR. Muslim, no. 1041)

      Baca Juga: Hukum Membunuh Ular Dalam Islam, Boleh atau Tidak?

      Hadis ini menjelaskan bahwa barang siapa yang meminta-minta kepada orang lain, sedangkan dirinya sendiri dalam keadaan cukup, tidak memerlukan suatu kebutuhan apapun, kelak dirinya akan disiksa dengan api neraka, dan apa yang diterimanya itu adalah bara api. Jadi kesimpulan dari hadis ini adalah perbuatan meminta-minta hanya untuk memperkaya diri sangat dilarang

      Yang dikecualikan dalam poin kedua sebagaimana disebutkan dalam hadits Qabishah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

      يَا قَبِيصَةُ إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لاَ تَحِلُّ إِلاَّ لأَحَدِ ثَلاَثَةٍ رَجُلٍ تَحَمَّلَ حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَهَا ثُمَّ يُمْسِكُ وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ – أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ – وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُومَ ثَلاَثَةٌ مِنْ ذَوِى الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ لَقَدْ أَصَابَتْ فُلاَنًا فَاقَةٌ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ – أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ – فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ الْمَسْأَلَةِ يَا قَبِيصَةُ سُحْتًا يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا

      “Wahai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal kecuali untuk tiga orang: (1) seseorang yang menanggung hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, (2) seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup, dan (3) seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya berkata, ‘Si fulan benar-benar telah tertimpa kesengsaraan’, maka boleh baginya meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta selain ketiga hal itu, wahai Qabishah adalah haram dan orang yang memakannya berarti memakan harta yang haram.” (HR. Muslim, no. 1044)

      Abu Hamid Al-Ghazali rahimahullah menyatakan dalam Ihya’ Al-‘Ulumuddin,

      السُّؤَالُ حَرَامٌ فِي الأَصْلِ، وَإِنَّمَا يُبَاحُ بِضَرُوْرَةٍ أَوْ حَاجَةٍ مُهِمَّةٍ قَرِيْبَةٍ مِنَ الضَّرُوْرَةِ، فَإِنْ كَانَ عَنْهَا بُدٌّ فَهُوَ حَرَامٌ

      “Meminta-minta itu haram, pada asalnya. Meminta-minta dibolehkan jika dalam keadaan darurat atau ada kebutuhan penting yang hampir darurat. Namun kalau tidak darurat atau tidak penting seperti itu, maka tetap haram.” (Syarh Shahih Muslim, 7:127).

      Berita Terkait :

Jangan Lewatkan