• Photo :
        • Source : Republika,
        Source : Republika

      REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Seorang wanita yang sudah menikah memutuskan untuk memeluk Islam. Kendati demikian suaminya tetap sebagai non Muslim. Lalu bagaimana status pernikahannya? 

      Wakil ketua umum Persatuan Islam (Persis) KH. Jeje Zainuddin menjelaskan bahwa status pernikahan seorang istri yang mualaf dengan suaminya yang tetap sebagai non muslim secara syariat terputus. Hal ini berlandaskan Alquran. Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. ( surat Al Mumtahanah ayat ke 10).

      Baca Juga: 4 Alasan Banyak Warga Barat Berbondong-bondong Menjadi Mualaf

      "Jika seorang wanita telah menjadi muslimah, sedang suaminya tetap pada agama sebelumnya maka mereka secara hukum syariat telah terputus ikatan perkawinannya dan menjadi haram berhubungan suami istri hingga suaminya ikut menjadi muslim," kata ustaz Jeje kepada Republika pada Ahad (13/2).

      Lebih lanjut ia mengatakan jika kemudian suaminya memeluk Islam dan mantan istrinya belum menikah dengan yang lain maka keduanya dapat dipersatukan kembali.

      Dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid, Ibnu Rusyd menjelaskan bahwa Imam Malik, Abu Hanifah dan Syafi’i berkata bila istri masuk Islam sebelum suaminya maka jika  suami masuk Islam pada masa ‘iddahnya sang istri maka ia berhak atas istrinya. Bila suami masuk Islam sedangkan istrinya seorang ahli kitab maka pernikahannya tetap.

      Pendapat ulama yang demikian berdasarkan pada sebuah hadits yang meriwayatkan bahwa istri Sofwan bin Umayah yakni Atikah binti Al Walid bin Al Mughirah telah masuk Islam sebelum Sofwan, baru kemudian Sofwan menyusul masuk Islam. Maka Rasulullah menetapkan pernikahan keduanya, tidak memutuskannya. Para ulama berkata bahwa jarak antara masuk Islamnya sang istri dan masuk Islamnya Sofwan sekitar satu bulanan.

      Berita Terkait :

      Disclaimer: Semua artikel di kanal Sindikasi ini berasal dari mitra-mitra Viva Networks. Isi berita dan foto pada artikel tersebut di luar tanggung jawab Viva Networks.

  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan