Rocky menambahkan, kehidupan adalah politics of memory. Memori itu coba kita hentikan supaya kita punya hope. Namun, sebetulnya kalau di dalam ilmu pengetahuan yang lebih positivistik, menanyanakan kematian itu tidak layak ditanyakan kepada orang hidup. Sebetulnya, jalan pikirannya kan.
Dia mencontohkan, sama sepertinya orang bertanya tentang biodata Rocky Gerung untuk sebuah seminar. Ketika ditanya, Rocky menjawab bahwa biodata itu baru lengkap kalau orangnya meninggal. Sebeb, kalau masih hidupm biodatanya masih bertumbuh. “Jadi, ngapain minta biodata karena saya masih bernapas,” ujarnya.
"Begitu saya tulis, biodata berubah, karena saya diundang ngomong dengan Ustadz Somad, bahwa saya bicara dengan ustdaz, saya enggak bisa tambahin di situ (di biodata) karena saya masih hidup," tambah Rocky.
Contoh lainnya, menurut Rocky, dulu ada seorang sosiolog yang ditanya oleh wartawan. Jika sosiolog itu meninggal, ingin dikuburkan dengan cara apa dan di mana, dan dengan cara apa. Lalu, dijawab oleh sosiolog itu, sebaiknya para wartawan menanyakan kepada jenazahnya kelak.
"Jadi, pertanyaan tentang kehidupan nanti itu adalah pertanyaan untuk si mati. Kalau orang hidup itu hanya menggambar kenikmatan hidup nanti, ada kebahagiaan," tutur Rocky.
Selain itu, menurut Rocky, teologi dan filosofi itu bersahabat baik. Karena, teologi menggambarkan kehidupan pascakematian nanti dalam format dalam keadaan yang indah. Sementara filsafat, merasionalisasi dan mengkritik secara rasional jalan pikiran itu. "Jadi, kematian itu tema bersama teologi dan filosofi," tegasya.
Baca juga: Heboh UAS di Acara Refly Harun, Ayana Moon: Saya Harap Bisa Cepat...