ولا يجب عليه ذلك لأنه ليس بمحرم فلا يحرم عليه حلق الشعر ولا تقليم الظفر
“Dan, hal itu bukan kewajiban, karena dia tidak dalam keadaan ihram. Maka tidak menjadi haram untuk memotong rambut dan kuku”. (Asy-Syairazi, Al-Muhazzab, jilid 1 hal. 433).
Kedua mazhab ini menyimpulkan hadits Ummu Salamah di atas bukan sebagai larangan yang bersifat haram (nahyu tahrim), melainkan sebagai larangan yang bersifat makruh (lilkarahah).
Ketiga, menurut Mazhab Hanafi tidak disunnahkan dan tidak diharamkan bagi orang yang hendak menyembelih hewan qurban untuk memotong rambut dan kuku. Sebab, orang yang ingin menyembelih hewan qurban tidak diharamkan untuk berpakaian biasa dan bersetubuh.
Adapun hadits di atas, menurut pengikut mazhab Hanafi merupakan ketentuan bagi mereka yang berihram saja, baik ihram karena haji atau umrah. Sedangkan mereka yang tidak dalam keadaan berihram, tidak ada ketentuan untuk meninggalkan cukur rambut dan potong kuku.
Sebenarnya hadits riwayat Ummu Salamah redaksi haditsnya ditujukkan untuk umum, tidak ada pengkhususan kepada kondisi tertentu. Namun, jika dihubungkan dengan ibadah haji, di mana ibadah qurban merupakan bagian yang tak terpisahkan, menurut sebagian pengikut mazhab Syafi’i dan Maliki menyatakan larangan itu sebenarnya berkorelasi dengan orang yang melaksanakan ibadah haji saja sebagaimana firman Allah SWT.:
وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ