Perhatikan bahwa sejak berpamitan di usia 21 tahun, Ibnu Battutah tidak kembali lagi sampai usianya 45 tahun dan inilah kisah serial kisah Ibnu Battutah berkelana dunia sejauh 120 ribu kilometer, singgah di 44 negara selama 34 tahun dari tanah kelahirannya, Tangier, Afrika Utara, ia melakukan perjalanan melewati Libya, Al Jazair, Tunisia hingga memasuki wilayah Mesir.
Ibnu Batutah menggunakan jalur yang tidak biasa dilalui para jamaah haji, yaitu melalui Gurun Sinai dan menyebrangi Laut Merah. Namun, sesampainya di tepi Laut Merah, Ibnu Batutah sadar bahwa situasi dan kondisi di sana sangat jauh dari harapan.
Kondisi tidak memungkinkan untuk menyeberangi lautan menuju Jeddah, Ibnu Battutah pun kemudian berputar arah dan berniat kembali ke titik jalur yang biasa dilalui para jamaah haji, yaitu jalur Syam menuju jalur itu, ia justru mendapatkan keuntungan. Sebab, selain dapat melakukan perjalanan bersama kafilah yang terdiri dari ribuan jamaah muslim, ia sempat singgah di Al Quds, Palestina.
Melalui enam tahun perjalanan spiritual pertama inilah, Ibnu Battutah mendapati banyak perbedaan dari masing-masing jamaah haji. Latar belakang budaya para kafilah haji, menarik intuisinya untuk belajar langsung ke negeri mereka.
Berbekal hadits Nabi yang diriwayatkan Tirmizi yang artinya, "Barangsiapa menempuh perjalanan untuk mencari suatu ilmu, niscaya Allah memudahkannya jalan menuju surga."
Maka, dari Tanah Suci Mekah, ia melanjutkan perjalanannya menuju kawasan benua Asia pada tahun 1330 Masehi di usianya 27 tahun dan tanpa berbekal keahlian penjelajahan Ibnu Battutah melanjutkan petualangannya dari Jeddah menuju India.
Meski terlahir dari kota pesisir pantai, Battutah belum pernah melakukan perjalanan laut dan itulah pertama kalinya Ibnu Battutah berpetualang melalui lautan dua hari di laut. Kapal yang ditumpanginya terombang-ambing ombak hingga terdampar kembali ke Afrika. Namun, musibah ini justru mengantarkan dirinya lebih mengenal pesisir Afrika.