Berkat silaturahmi yang selalu dilakukannya di tempat-tempat baru, Ibnu Battutah selalu mendapatkan pertolongan orang-orang yang dikenalnya hingga akhirnya ia dapat melanjutkan pengembaraannya mengenal Yaman, Somalia, pantai-pantai Afrika Timur, dan kembali ke Teluk Aden, ia pun terus menyisir wilayah Timur Tengah, Oman, Hormuz di Persia, dan Bahrain.
Dari Persia, Ibnu Battutah berkesempatan singgah di Kota Baghdad, Irak. Sisa-sisa kejayaan peradaban Islam di bawah dinasti Abbasiyah benar-benar mengesankan Ibnu Battutah berbagai pengalaman dan pelajaran yang didapatnya ia rekam baik-baik dalam benaknya hingga pada tahun 1332 Masehi. Melalui Yaman, ia kembali ke Tanah Suci Mekkah, haji yang ke dua.
Setahun di Tanah Suci, dorongan petualangan Ibnu Battutah kembali mengusik nalurinya menaiki sebuah kapal Genoa. Ia berlayar menuju pantai Selatan Asia kecil, kemudian meneruskan perjalanan darat menjelajahi stepa-stepa di Rusia Selatan hingga Siberia, masih di tahun 1333 Masehi.
Setelah melalui perjalanan melewati wilayah Iran, Anatolia, dan Asia Tengah, Ibnu Battutah akhirnya singgah di tepi sungai Indus, tepi Barat India, negeri yang dikuasai oleh Sultan Muhammad Tugluq (baca Tuglak), penguasa Muslim di Delhi, membuat takluk Ibnu Battuta dan akhirnya di sini beliau menetap.
Berkat keahliannya dalam hukum fikih, ia diangkat menjadi seorang qodi/hakim agung di Kesultanan Delhi hingga lebih dari tujuh tahun lamanya. Nah, bagaimana sejauh ini petualangan Ibnu Battutah masih kurang jauh?
Baca juga: Belajar dari Runtuhnya Andalusia Bagian 1
Nantikan lanjutan serialnya di Perjalanan Panjang Ibnu Battutah Bagian 2, yang juga akan mengisahkan Ibnu Battutah pernah singgah di Samudra Pasai, Aceh, dan naik gajah Sumatera.