Sahijab – Mengetahui hak asuh anak dalam islam setelah perceraian adalah demi kebaikan anak, agar tetap terjaga dan terpelihara. Tidak sedikit anak-anak yang justru menjadi korban, setelah kedua orangtuanya memilih untuk bercerai.
Islam tentu sangat menjaga, kepada siapa anak sebaiknya diasuh dan dididik jika memang perceraian adalah pilihan terakhir. Dan ini harus diketahui setiap pasangan, sehingga tidak terjadi perdebatan yang panjang yang bisa membuat anak justru bingung dan frustasi.
Baca Juga: Selama Pandemi, Angka Perceraian Meningkat Terkait Faktor Ekonomi
Dikutip Sahijab dari Al Manhaj, ibu adalah orang yang paling berhak dalam mengasuh anaknya. Tetapi, ada beberapa hal yang membuat hak asuh ibu hilang secara agama salah satunya adalah jika ibunya sudah kembali menikah.
Alasan ibu yang berhak mengasuh anaknya adalah karena kasih sayang dan paling dekat dengan anaknya. Kasih sayang ibu biasanya akan sangat kuat, setelah sembilan bulan mengandung, dua tahun menyusui dan juga mengurus anak sehari-harinya.
Ibu adalah orang yang paling tahu akan anaknya, termasuk cara membuatnya tenang, tidur hingga makanan apa yang dibutuhkan untuk tumbuh kembang anak. Dan ibu adalah sebaik-baiknya pengasuh bagi anak-anaknya.
Dalam sebuah hadits dari 'Abdullah bin 'Amr, seorang wanita mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, ia mengadukan masalahnya. Wanita itu berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ ابْنِي هَذَا كَانَ بَطْنِي لَهُ وِعَاءً وَثَدْيِي لَهُ سِقَاءً وَحِجْرِي لَهُ حِوَاءً وَإِنَّ أَبَاهُ طَلَّقَنِي وَأَرَادَ أَنْ يَنْتَزِعَهُ مِنِّي
"Wahai Rasulullah. Anakku ini dahulu, akulah yang mengandungnya. Akulah yang menyusui dan memangkunya. Dan sesungguhnya ayahnya telah menceraikan aku dan ingin mengambilnya dariku."
Mendengar pengaduan wanita itu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam pun menjawab:
أَنْتِ أَحَقُّ بِهِ مَا لَمْ تَنْكِحِي
"Engkau lebih berhak mengasuhnya selama engkau belum menikah."
Meskipun ibu yang berhak atas hak asuh anaknya, tetapi hal tersebut bisa hilang dengan beberapa alasan. Berikut di antaranya;
Meskipun hal ini sangat jarang terjadi di zaman modern, ibu yang berstatus sebagai budak tidak berhak untuk mengasuh anaknya. Hal ini disebabkan ibu harus melayani penuh tuannya.
Anak adalah titipan dari Allah Azza wa Jalla, sehingga harus dididik sesuai dengan aturan agama. Tetapi jika wanita atau ibu tersebut fasiq, tidak taat kepada Allah dan rasul-Nya, maka hak asuh anak akan diberikan kepada ayahnya.
Hak asuk anak akan hilang dari ibunya, jika ia dengan jelas menjadi seorang kafir atau berpindah agama. Ini akan lebih bahaya bagi masa depan anaknya kelak, karena akan menanamkan keimanan dari agama lain yang jelas-jelas tidak percaya kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya.
Jika setelah bercerai dan habis masa iddahnya, wanita tersebut menikah kembali, maka hak asuhnya akan hilang. Dan anak akan diberikan kepada ayahnya. Hal ini disebabkan ibu tersebut harus melayani penuh suami dan mengasuh anak-anak dari suaminya yang baru. Seperti disebutkan di dalam hadits di atas.
Namun ada beberapa hal yang membuat anak boleh menentukan pilihannya, apakah ia akan ikut ibu atau ayahnya. Syaratnya adalah jika anak sudah memasuki usia aqil atau berakal, maka anak boleh menentukan pilihannya. Anak tahu mana yang lebih bertanggung jawab atas hidupnya.
Sementara untuk anak perempuan, di usia tujuh tahun hak asuhnya akan beralih kepada ayahnya sampai menikah. Dan ibu tidak boleh menghalang-halangi anaknya untuk diasuh oleh ayahnya, kecuali jika akan menimbulkan perbuatan haram atau tidak baik lainnya.
Baca Juga: Angka Perceraian Tinggi Selama Pandemi, MUI Minta Menahan Diri
Itulah beberapa syarat hak asuh dalam islam setelah perceraian yang harus diketahui.