Jakarta – Dalam islam, manusia sangat disarankan untuk berpasang-pasangan. Dalam tali pernikahan, laki-laki dan perempuan dipersatukan. Islam memiliki panduan syariat mengenai pernikahan, termasuk dalam memilih pasangan.
Dalam bukunya "Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat" (2000), pakar Tafsir Al-Qur’an, Muhammad Quraish Shihab, menjelaskan bahwa Al-Qur'an tidak memberikan ketentuan spesifik tentang pilihan pasangan, namun lebih mengarah pada preferensi individu.
“...maka kawinilah siapa yang kamu senangi dari wanita-wanita...” (QS An-Nisa [4]: 3)
Meski begitu, Nabi Muhammad SAW pernah menyebutkan bahwa biasanya seseorang menikahi wanita karena empat alasan: harta, keturunan, kecantikan, atau agamanya.
Namun, beliau menyarankan untuk memilih wanita yang beragama agar tidak merasakan kesulitan.
Dalam Al-Qur'an, disebutkan bahwa hanya laki-laki yang berzina yang pantas menikahi perempuan yang berzina, atau perempuan musyrik; dan sebaliknya, perempuan yang berzina hanya boleh dinikahi oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik (QS An-Nur [24]: 3).
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.” (QS An-Nur: 3)
Sebagaimana disampaikan dalam surat An-Nur (24): 26, perempuan yang tidak baik ditujukan untuk laki-laki yang tidak baik, dan sebaliknya, laki-laki yang tidak baik ditujukan untuk perempuan yang tidak baik. Sedangkan perempuan yang baik ditujukan untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik ditujukan untuk perempuan yang baik.
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” (QS An-Nur: 26)
Al-Qur’an merinci siapa saja yang tidak boleh dikawini seorang laki-laki.
“Diharamkan kepada kamu mengawini ibu-ibu kamu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusukan kamu, saudara perempuan sepesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan juga bagi kamu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan diharamkan juga mengawini wanita-wanita yang bersuami.” (QS An-Nisa' [4]: 23-24)
Jika larangan menikah dengan istri orang mudah dipahami, lalu apa alasan pelarangan lainnya yang telah disebutkan? Banyak pendapat yang diajukan terkait hal ini.
Beberapa berpendapat bahwa pernikahan antar keluarga dekat bisa menghasilkan keturunan dengan kondisi fisik atau mental yang kurang baik.
Beberapa lainnya menilai dari aspek pentingnya menjaga hubungan keluarga agar terhindar dari konflik atau perceraian yang mungkin terjadi di antara pasangan.
Selain itu, ada yang beranggapan bahwa beberapa individu, seperti anak atau saudara, harus terlindung dari hasrat seksual.
Sementara beberapa lainnya melihat larangan pernikahan antar kerabat dekat sebagai upaya Al-Qur'an untuk memperkuat hubungan antar keluarga, guna memperkokoh komunitas masyarakat.