Sahijab – Menteri Agama Republik Indonesia, Fachrul Razi menegaskan, pemerintah memilih tidak memberangkatkan calon jamaah haji Indonesia pada tahun ini. Sebab, akan mempunyai risiko keselamatan yang sangat besar di tengah wabah pandemi Corona atau COVID-19 yang melanda dunia saat ini.
Hal tersebut, berdasarkan keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 494 tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jamaah Haji pada Penyelanggaran Ibadah Haji Tahun 1441 Hijriah.
"Jika jemaah haji dipaksakan berangkat, ada risiko amat besar, yaitu menyangkut keselamatan jiwa dan kesulitan ibadah. Meski dipaksakanpun tidak mungkin, karena Arab Saudi tak kunjung membuka akses," kata Menag, dalam keterangan pers secara virtual di Jakarta, Selasa 2 Juni 2020.
Baca juga: Pemerintah Indonesia Batalkan Ibadah Haji Tahun Ini
Selain soal keselamatan, kebijakan diambil, karena hingga saat ini Pemerintah Arab Saudi, belum membuka akses layanan Penyelenggaraan Ibadah Haji 1441 Hijriah/2020 Masehi. Akibatnya, Pemerintah RI tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan persiapan dalam pelaksanaan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada jamaah. Padahal, persiapan itu penting agar jamaah dapat menyelenggarakan ibadah secara aman dan nyaman.
“Waktu terus berjalan dan semakin mepet. Rencana awal kita, keberangkatan kloter pertama pada 26 Juni. Artinya, untuk persiapan terkait visa, penerbangan, dan layanan di Saudi tinggal beberapa hari lagi," katanya.
Lanjut dia, belum ditambah keharusan karantina 14 hari sebelum keberangkatan dan saat kedatangan. Padahal, akses layanan dari Saudi hingga saat ini belum ada kejelasan kapan mulai dibuka.
Tentunya, pembatalan keberangkatan jamaah ini berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia (WNI). Maksudnya, pembatalan itu tidak hanya untuk jamaah yang menggunakan kuota haji pemerintah, baik reguler maupun khusus, tetapi termasuk juga jamaah yang akan menggunakan visa haji mujamalah atau furada. “Jadi, tahun ini tidak ada pemberangkatan haji dari Indonesia bagi seluruh WNI,” ujarnya.
Menag kembali menegaskan, keputusan ini sudah melalui kajian mendalam. Pandemi COVID-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi, dapat mengancam keselamatan jamaah. Agama sendiri mengajarkan, menjaga jiwa adalah kewajiban yang harus diutamakan. Ini semua menjadi dasar pertimbangan dalam menetapkan kebijakan.
“Sesuai amanat undang-undang, selain mampu secara ekonomi dan fisik, kesehatan, keselamatan, dan keamanaan jamaah haji harus dijamin dan diutamakan, sejak dari embarkasi atau debarkasi, dalam perjalanan, dan juga saat di Arab Saudi,” katanya.
Kemenag, menurut Menag, telah melakukan kajian literatur, serta menghimpun sejumlah data dan informasi tentang haji di saat pandemi di masa-masa lalu. Didapatkan fakta bahwa penyelenggaraan ibadah haji pada masa terjadinya wabah menular, telah mengakibatkan tragedi kemanusiaan di mana puluhan ribu jamaah haji menjadi korban.
Tahun 1814 misalnya, saat terjadi wabah Thaun, tahun 1837 dan 1858 terjadi wabah epidemi, 1892 wabah kolera, 1987 wabah meningitis. Pada 1947, Menag Fathurrahman Kafrawi mengeluarkan Maklumat Kemenag No 4/1947 tentang Penghentian Ibadah Haji di Masa Perang.
Baca juga: New Normal, DMI: Sholat Jumat Bisa Dilakukan Dua Gelombang