Selama pertemuan, perbincangan cukup panjang, disertai gelak tawa, tetapi tetap serius. Shaikh Sattar memulai dengan menceritakan tentang Majma’ Fiqih Iraq. Delegasi Indonesia dipimpin oleh KH. Muhiyyin Junaidi dari MUI, dan Dr. Mukhlis M. Hanafi, MA, wakil Menag. Materi obrolan terus berlanjut sekitar kondisi negara masing-masing, khususnya terkait dengan dinamika politik, sejarah, dan kehidupan umat beragama mutakhir di Irak, dan Indonesia.
Sekira 45 menit bertamu dengan disuguhi teh khas Arab dan orange juice kemasan, rombongan melanjutkan perjalanan spiritual menuju makam Shaikh Junaid Al-Baghdadi atau Abu Qasim al-Qawariri al-Khazzaz al-Nahawandi al-Baghdadi. Bagi para pengamal tasawuf, nama ini sangat tidak asing. Bisa disebut tokoh tasawuf yang sangat masyhur, setelah Shaikh Abdul Qadir al-Jailani.
Dibandingkan dengan dua makam sebelumnya, kondisi makam Shaikh Junaid Al-Baghdadi nampak kurang terawat dan lokasinya agak jauh dari keramaian. Bangunannya nampak kurang tertata rapi. Di sekitar bangunan utama, bahkan ada ruangan kosong yang kurang terurus. Seperti tidak banyak orang yang mengunjungi di tempat ini dan kekurangan biaya untuk merawatnya. Maklum lah, mungkin negara terlalu lama berperang.
Beberapa saat untuk berdoa bersama, tim melanjutkan ke sebuah pemakaman umum yang kondisinya sangat memprihatinkan. Banyak puing-puing batu bata berserakan, lantai yang kotor, dan kondisi bangunan yang sudah amat tua dan rusak. Ada dua bangunan utama, sebelah kiri tertulis makam Nabi Yusya’ bin Nun, dan sebelah agak masuk ada Shaikh Bahlul Ibnu Amir al-Tashrifi. Shaikh Bahlul adalah salah seorang tokoh alim yang nyeleneh seperti Abu Nawas, sehingga ada sebutan (laqab) buruk bagi orang-orang yang nampak aneh.
“Perjalanan melelahkan ke makam para ulama dan auliya menyadarkan saya betapa kota Baghdad, merupakan kota tua yang dihuni oleh para alim dan saleh. Namun, karena keserakahan manusia, saling berebut kekuasaan, negeri yang awalnya sebagai pusat peradaban dunia jadi hancur. Tak terkecual, situs-situs penting tidak terawat karena perang yang berkepanjangan. Ini, karena ulah sebagian kelompok yang menamakan diri sebagai pejuang Daulah Islamiyah, tetapi justru menghancurkan jejak-jejak kejayaannya,” ujar Thobib.
Lalu, di penghujung sore itu waktu menunjukkan jam 17.15. Karena hari mulai mendekati malam, rombongan menyudahi petualangan spiritual dan menuju kantor KBRI, untuk melanjutkan agenda berikutnya, yaitu memenuhi undangan Dubes dalam acara jamuan makan malam di sebuah restoran yang lumayan jauh dari KBRI. “Meski tubuh sangat lemah, tetapi secara batin kami puas, karena bisa berkunjung ke tempat-tempat luar biasa,” ujar Wakil Ketua Infokom MUI ini.
Baca juga: Bolehkan Puasa Ayyamul Bidh Diganti Hari Lain? Simak Kata Buya Yahya