"Setiap negara mendapat kuota yang harus didistribusi beradasarkan lokus (provinsi) dan tempus (waktu). Bisa jadi akan ada jadwal penyelenggaraan umrah (bulanan). Ini perlu dirumuskan," ujar LHS.
Ketiga, penerapan protokol kesehatan sejak dari rumah sampai tempat karantina. "Karantina bisa memanfaatkan asrama haji," terangnya.
Keempat, penerapan protokol saat jemaah mengikuti karantina. Termasuk dalam hal ini adalah protokol pelaksanaan swab dan bagaimana penanganannya jika ada jemaah terkonfirmasi positif.
Kelima, penerapan protokol di bandara tanah air. "Mitigasi keenam adalah penerapan protokol dalam pesawat. Harus dipastikan juga bahwa penerbangannya adalah direct flight," tegasnya.
Enam skema mitigasi lainnya, lanjut LHS, diperlukan pada tahap penyelenggaraan umrah. Hal ini diawali dengan penerapan protokol di Bandara Saudi (Jeddah/Madinah), tidak hanya bagi jemaah tapi juga petugas PPIU yang mendampingi jemaah.
Skema kedua tahap, penyelenggaraan adalah penerapan protokol perjalanan darat dari bandara Saudi ke hotel. Skema ketiga, penerapan protokol di hotel. "Ini bisa mengikuti ketentuan Saudi. Namun, protokol kita juga harus mengatur hal-hal detail terkait aktivitas jemaah selama di hotel," tuturnya.
Keempat, penerapan protokol bagi jamaah saat berada di Masjidil Haram dan Nabawi. Kelima, penerapan protokol jelang kepulangan. "Jamaah harus dipastikan dalam kondisi negatif Covid-19. Bisa dengan melakukan swab tes sebelum naik pesawat dari Saudi," ucapnya.