Sahijab – Beberapa hari lalu, dalam jejaring sosial media Facebook terdapat sebuah kisah yang membuat hati warganet terenyuh. Sebab, ada seorang guru di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, yang menceritakan bahwa dirinya harus mengajar ke rumah-rumah muridnya ditengah wabah virus corona.
Guru bernama lengkap Avan Fathurrahman ini mengajar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Batuputih Laok III, Sumenep, Madura. Dan seketika nama beliau viral, setelah menceritakan tentang kisah yang memperlihatkan dedikasinya sebagai seorang guru.
Sebelumnya ia mengatakan, jika dirinya belum menjadi seorang guru yang baik, banyak masyarakat menilai bahwa apa yang tengah dilakukan untuk para muridnya hingga saat ini adalah tugas yang berat. Karena harus melanggar imbauan dari Pemerintah, tentang bekerja dari rumah.
Hal tersebut dilakukannya karena mayoritas dari orang tua murid di tempatnya mengajar berprofesi sebagai petani. Banyak dari mereka tidak mempunyai cukup dana untuk membeli sebuah smartphone, untuk sarana belajar. Meskipun ada yang punya, Avan merasa iba karena pastinya mereka harus terbebani untuk membeli kuota internet.
“Ternyata saya belum jadi guru yang baik. Sudah beberapa minggu saya berada dalam posisi yang dilematis. Bukan masalah rindu. Tapi tentang imbauan Mas Menteri, agar bekerja dari rumah. Ini jelas tidak bisa saya lakukan, karena murid saya tidak punya sarana untuk belajar dari rumah. Mereka tidak punya smartphone, juga tidak punya laptop. Jikapun misalnya punya, dana untuk beli kuota internet akan membebani wali murid,” kata Avan Fathurrahman.
Avan juga menceritakan, salah seorang wali muridnya sedang mencari pinjaman untuk membeli sebuah smartphone. Merasa terkejut dengan apa yang dikatakan orang tua murid itu, dengan rasa iba Avan Fathurrahman menerangkan bahwa hal itu tidak perlu dilakukan. Karena belajar dari rumah itu memang bukan harus lewat handphone canggih, melainkan bisa melalui buku-buku yang telah dipinjamkan pihak sekolah.
Lebih lanjut pak guru Avan menuturkan, dirinya akan terus berkeliling ke rumah-rumah siswa untuk mengajar murid-muridnya yang memang tidak mempunyai handphone berteknologi canggih. Meski jaraknya cukup melelahkan, Avan tetap bergerak. Ia melakukan pengajaran di setiap rumah muridnya setidaknya satu minggu tiga kali.
“Beberapa minggu yang lalu, ada salah seorang wali murid yang bilang ke saya, bahwa akan mencari pinjaman uang untuk membeli smartphone. Karena mendengar kabar bahwa rata-rata, anak-anak harus belajar dari HP cerdas. Saya terkejut mendengar penuturannya. Lalu pelan-pelan saya bicara. Saya melarangnya. Saya memberikan pemahaman bahwa belajar di rumah, tidak harus lewat HP. Siswa bisa belajar dari buku-buku paket yang sudah dipinjami dari sekolah. Saya bilang, bahwa sayalah yang akan berkeliling ke rumah-rumah siswa untuk mengajari,” ungkapnya.
“Lega. Ada raut kegembiraan di wajahnya. Jadi, di masa pandemik ini, saya memang harus keliling ke rumah-rumah siswa, setidaknya tiga kali dalam seminggu. Medan yang saya tempuh juga lumayan jauh. Selain jarak antar rumah siswa memang jauh, jalan menuju ke masing-masing rumah siswa bisa dibilang kurang bagus. Bahkan jika hujan, saya harus jalan kaki ke salah satu rumah siswa,” lanjut Avan.
Walaupun apa yang tengah dilakukannya hingga saat ini bisa dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap imbauan pemerintah, hal tersebut tetap dikerjakan olehnya karena mengingat saat ini para orang tua murid yang rata-rata bertani, sedang sibuk bekerja di sawah. Maka dari itu, Avan merasa tanggung jawab sebagai seorang guru untuk memberikan dan mengoreksi tuugas yang diberikannya harus ia lakukan.
“Saya sadar ini melanggar imbauan pemerintah agar tetap bekerja dari rumah. Tapi mau gimana lagi? Membiarkan siswa belajar sendiri di rumah tanpa saya pantau, jelas saya kurang sreg. Bukan tidak percaya pada orang tua mereka. Tapi saya tahu, bahwa sekarang mereka sibuk. Ini masa panen padi,” kata Avan.
“Setiap hari orang tua siswa itu harus bekerja ke sawah. Ikut gotong-royong panen padi dari tetangga yang satu ke tetangga yang lain. Kebiasaan ini mereka bilang "otosan". Jadi anak-anak harus belajar sendiri. Malam, mereka ke langgar. Maka sayalah yang harus hadir untuk mendampingi mereka begiliran meski sebentar. Menjelaskan materi, Memberikan petunjuk tugas, mengoreksi tugas yang diberikan sebelumnya, termasuk memberikan apresiasi pada pekerjaan mereka,” sambungnya.
Memang dengan adanya tayangan edukasi dalam program televisi di Televisi Republik Indonesia (TVRI), sedikit membuatnya terbantu dan merasa lega. Tapi lagi-lagi itu juga menjadi kendalanya, sebab 3 dari kelima siswanya tidak mempunyai TV di rumahnya.
“Saat TVRI menyediakan tayangan edukasi untuk siswa, saya sedikit lega. Kemudian dengan penuh semangat, saya menjelaskan pada siswa dan orang tuanya untuk mengikuti pelajaran di TVRI itu. Ini akan membantu, pikir saya. Tapi, lagi-lagi saya harus menelan ludah. 3 dari 5 siswa saya tidak punya Televisi di rumahnya. Dan saya tidak melanjutkan kampanye nonton TV pada siswa yang lain. Biarlah,” tutur Avan Fathurrahman.
Mengenai foto-foto yang dibagikannya ke dalam jejaring sosial media Facebook, memang sengaja diambil untuk dijadikannya bukti laporan pertanggung jawaban kepada pihak sekolah. Bukan sekedar foto pencitraan seorang guru yang rela berjuang ditengah pandemi corona saat seperti ini.
Di akhir ceritanya. Avan Fathurrahman memang mengaku belum menjadi guru baik, yang harus melanggar imbauan Pemerintah soal bekerja dari rumah. Namun bukan berarti dirinya tidak takut akan virus corona, melainkan tugas dan tanggung jawab sebagai seorang guru sejati harus dikerjakannya walau dengan cara yang dilakukkannya mulai sejak diberlakukannya bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah.
Baca juga: Selama Wabah Corona, Ratusan Hoax Bertebaran
Sementara doa dan harapan untuk diri dan para muridnya agar tidak terkena penyakit yang disebabkan COVID-19, juga tidak lupa diucapkan oleh Avan Fathurrahman di akhir kisah yang dibagikannya tersebut.
“Oh iya. Awalnya saya tidak foto-foto setiap ke rumah siswa. Tapi, kemudian pengawas sekolah meminta pertanggungjawaban. Guru harus membuat laporan bekerja dari rumah. Disertai foto tugas siswa. Nah... Ini... Jadi saya harus banyak-banyak foto. Foto diri, foto dengan siswa, foto hasil pekerjaan siswa, juga foto pencitraan yang lain ????,” ujarnya menambahkan.
“Bagi guru yang bisa bekerja dari rumah. Mengajari siswa secara virtual, dan menerima kiriman fail atau foto tugas siswa lewat WA, atau aplikasi lain, memang kelihatannya nyaman. Benar-benar bisa bekerja dari rumah. Lah saya? Saya harus melanggar imbauan pemerintah. Jadi jelas, saya belum menjadi guru yang baik. Tidak memberikan contoh yang baik bagi siswa karena melanggar imbauan pemerintah. Saya bukan tidak takut corona. Takut juga. Tapi gimana lagi? Semoga Allah senantiasa melindungi kita semua dari wabah penyakit, termasuk covid-19. Amin...,” tutup Avan Fathurrahman.