Kesedihan Umar berdasarkan rasa khawatir yang memenuhi benaknya bahwa setelah menjanda tidak ada lagi pria yang ingin menikahi putrinya itu. Namun, kesedihan dan kekhawatiran Umar berubah menjadi rasa bahagia setelah tahu Rasulullah bersedia menikahi Siti Hafsah.
Dalam sejarah tercatat bahwa keputusan Rasulullah SAW untuk menikahi Siti Hafsah merupakan keputusan strategis karena Hafsah merupakan putri dari Umar, seorang yang terkemuka dan disegani di Kota Madinah saat itu.
Dengan demikian, bersatunya Rasulullah dan Hafsah dalam tali pernikahan secara langsung menggabungkan dua keluarga yang sempat berselisih paham saat itu, yakni keluarga Nabi Muhammad dan keluarga Umar.
Adapun mengenai mahar Rasulullah saat menikahi Hafsah, Imam Al-Dzahabi dalam kitab Siyaru A’lam Al-Nubala’ mengatakan bahwa maharnya adalah 400 dirham. Menurutnya, mahar sebanyak ini merupakan bentuk penghargaan dan rasa hormat Nabi Muhammad kepada Sayyidah Hafsah dan ayahnya, Sayidina Umar bin Al-Khaththab.
Setelah menikah, Siti Hafsah menjadi salah satu istri yang paling setia dan mencintai Nabi Muhammad SAW. Ia juga terkenal sebagai seorang yang sangat pandai menghafal Alquran dan sering menjadi guru bagi para sahabat lainnya dalam hal membaca dan memahami Alquran.