• Photo :
        • Ustadz Abdul Somad,
        Ustadz Abdul Somad

      Tidur sendiri, juga masih dibedakan tergantung bagaimana kondisinya ketika tertidur. Para ulama menyebutkan, tidur nyenyak yang dimaksud adalah satu kondisi di mana seseorang tertidur dengan menyandarkan kepalanya atau membaringkan tubuhnya.

      Maka tidur, yang seperti itu bisa membatalkan. Sebaliknya jika seseorang tertidur dalam keadaan kepala tak bersandar, maka itu dikategorikan tidur yang tidak disengaja dan bukan termasuk perkara yang membatalkan wudhu.

      Contohnya adalah ketika seseorang melaksanakan ibadah sholat Jumat. Saat khatib khutbah Jumat, orang ini tertidur, tetapi tak menyadarkan kepalanya, maka ulama menganggap tidurnya tak membuat wudhunya batal. Namun, jika seseorang itu tidur dengan menyandarkan kepalanya di tiang atau di tembok masjid, atau meletakkan kepalanya di lutut, tidur yang seperti dianggap tidur yang disengaja dan dapat orang tersebut harus wudhu kembali sebelum melaksanakan ibadah sholat Jumat.

      Bersentuhan kulit dengan yang bukan mahram

      Yang dimaksud mahram adalah istri/suami, serta orang-orang yang haram untuk kita nikahi, misalnya ibu, adik, kakak, dll. Adapun yang bukan mahram, tetapi masih kecil atau belum berusia dewasa, asal tidak menimbulkan nafsu maka bukan termasuk perkara yang membatalkan wudhu, jika bersentuhan kulit tanpa adanya pengahalang. Pandangan tersebut adalah yang banyak diyakini oleh sebagian besar ulama dan menurut paham dari Imam Syafi’i.

      Menyentuh dan memegang kemaluan baik milik sendiri maupun orang lain

      Untuk perkara yang satu ini, berlaku bagi siapapun dan dalam keadaan apapun. Namun, masih ada beberapa perkara yang menjadi pembeda antara batal dan tidaknya wudhu kita ketika menyentuh kemaluan, berdasarkan posisi tangan yang kala itu digunakan untuk menyentuh atau tak sengaja menyentuh kemaluan.

      Berita Terkait :
  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan