• Photo :
        • Ilustrasi makanan/kuliner halal.,
        Ilustrasi makanan/kuliner halal.

      Sahijab – Pastinya ketika sedang berada disuatu tempat yang asing kita kunjungi, kita tidak mengetahui apakah makanan yang hendak kita konsumsi itu halal atau haram. Dalam agama Islam, ketidakjelasan ini disebut juga sebagai syubhat. Syubhat sendiri artinya antara halal dan haram.

      Dalam buku Ensiklopedi Hukum Islam (1996) yang di lansir Sahijab dituliskan bahwa syubhat merupakan suatu hal yang ketentuan hukumnya tidak diketahui dengan pasti, apakah dihalalkan atau diharamkan.

      Terlebih lagi dilihat dari hadits Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, apabila seseorang mendapati makanan syubhat, maka lebih baik dijauhi.

      مَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ... (رواه البخارى ومسلم)

      “Barang siapa berada dalam perkara syubhat maka sama halnya ia berada dalamkeharaman.” (HR al-Bukhari Muslim).

      Baca Juga: Apakah Non Muslim Bisa Memasuki Tanah Suci Makkah dan Madinah?

      Perkara Syubhat

      Dalam agama Islam, perkara syubhat ini terbagi menjadi tiga jenis hal ini menurut ulama mazhab Syafi'i, Muhammad bin Ibrahim Ibnu Mundzir an-Naisaburi (242 - 318 H). Berikut ini penjelasannya: 

      Pertama, sesuatu yang haram bercampur dengan yang halal. seperti , buah hasil curian termasuk makanan haram. Lalu, buah ini tercampur dengan sekeranjang buah halal lainnya.

      Kedua, perkara halal, lalu muncul keraguan. Seperti, seseorang sudah berwudu untuk salat, lalu dirinya meragukan apakah sudah batal atau belum.

      Ketiga, perkara yang belum jelas status halal atau haramnya. seperti, apabilaseseorang bepergian ke negara atau wilayah non-muslim, kemudian ia makan di restoran atau warung makan milik penduduk asli sana.

      Doa Agar Terhindar Dari Dosa Syubhat

      Baca Juga: 6 Manfaat Serta Makna Husnuzan Kepada Allah SWT

      Apabila sudah telanjur konsumsi makanan yang ragu-ragu hukumnya, Syekh Afdhaluddin al-Azhari menyarankan doa supaya terhindar dari dosa Syubhat.

      اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ هَذَا الطَّعَامُ حَلَالًا فَوَسِّعْ عَلَى صَاحِبِهِ وَاجْزِهِ خَيْرًا وَإِنْ كَانَ حَرَامًا أَوْشُبْهَةً فَاغْفِرْلِيْ وَلَهُ وَأَرْضِ عَنِّيْ أَصْحَابَ التَّبِعَاتِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِرَحْمَتِكَ يَا أرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ 

      latinnya: "Allahumma in kana hadzat tha'amu halalan fawassi' 'ala shohibihi, wajzihi khairan wa in kana haraman au syubhatan fagfirlii walahu waardhi 'anni wa ash haabattab'aata yaumal qiyamati birahmatika yaa arhamarraahimiin"

      “Ya Allah jika makanan yang saya makan ini halal, maka luaskanlah rezekinya (orang yang memberi makan) dan balaslah dengan kebaikan. Dan jika makanan ini adalah haram atau syubhat maka ampunilah aku dan dia, dan jauhkanlah para penerima konsekuensi (atas dosanya sendiri) dariku kelak di hari kiamat dengan kasih sayang-Mu, wahai Allah yang Maha Penyayang di antara para penyayang.”

      Demikian juga Syekh Sya’rani, beliau menyarankan membaca doa:  

      اللَّهُمَّ احْمِنِيْ مِنَ الْأَكْلِ مِنْ هَذِهِ الطَّعَامِ الَّذِيْ دُعِيْتُ اِلَيْهِ فَاِنْ لَمْ تَحْمِنِيْ مِنْهُ فَلَا تَدَعْهُ يُقِيْمُ فِيْ بَطْنِيْ وَاِنْ جَعَلْتَهُ يُقِيْمُ فِيْ بَطْنِيْ فَاحْمِنِيْ مِنَ الْوُقُوْعِ فِي الْمَعَاصِى الَّتِيْ تَنْشَأُ مِنْهُ عَادَةً فَاِنْ لَمْ تَحْمِنِيْ مِنَ الْوُقُوْعِ فِي الْمَعَاصِي فَاقْبَلْ اِسْتِغْفَارِيْ وَارْضَ عَنِّيْ أَصْحَابَ التَّبِعَاتِ فَإِنْ لَمْ تَقْبَلْ اِسْتِغْفَارِيْ وَلَمْ تَرْضَهُمْ عَنِّيْ فَصَبِّرْنِيْ عَلَى الْعَذَابِ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ   

      “Ya Allah jagalah aku dari makanan ini. Jika engkau tidak menjagaku maka jangan tinggalkan makanan ini berada di perutku. Jika engkau jadikan makanan tetap berada dalam perutku maka jagalan aku dari kemaksiatan yang timbul karenanya. Jika engkau tidak menjagaku dari maksiat, maka terimalah tobatku, dan jauhkanlah para penerima konsekuensi (atas dosanya sendiri) dariku. Jika engkau tidak menerima tobatku dan menjauhkan mereka dariku, maka berikanlah aku kesabaran menghadapi siksa, wahai Allah yang Maha Penyayang di antara para penyayang” (Syekh Nawawi al-Bantani, Qami ath-Thughyan, Indonesia: Haramain, hal. 12).

      Berita Terkait :
  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan