Sahijab – Membicarakan soal kesenian dan kebudayaan, memang menarik untuk dibahas. Terutama, mengenai musik. Bahkan, dalam Islam, musik telah diperbincangkan sejak lama dan ada ragam pandangan atau pendapat mengenainya.
Salah satu ulama yang memiliki perhatian dan minat besar terhadap kesenian, menurut Ketua Komunitas Seniman Santri Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon, Jamaluddin Mohammad, seperti dikutip Sahijab dari laman NU, adalah Muhammad bin Muhammad al-Ghazali (W 1111).
Dalam magnun opusnya, Ihya ulumuddin, Al-Ghazali menyisahkan satu bab khusus pembahasan soal kesenian, khususnya seni suara dan musik. Al-Ghazali mengumpulkan, menganalisis, serta memberikan kritik dan penilaian terhadap pendapat ulama tentang musik.
Baca juga: Lirik Lagu Ya Arhamarrohimin Nissa Sabyan, Lengkap dengan Video
Dalam menghukumi musik, kata Al-Gazali, para ulama berbeda pendapat. Sejumlah ulama seperti Qadi Abu Tayyib al-Tabari, Syafi’i, Malik, Abu Hanifah, Sufyan, dan lainnya menyatakan bahwa musik hukumnya haram. Seperti kata Imam Syafi’i, ”Menyanyi hukumnya makruh dan menyerupai kebatilan. Barang siapa sering bernyanyi, maka tergolong safeh (orang bodoh). Karena itu, syahadah-nya (kesaksiannya) ditolak”.
Bahkan, kata Imam Syafi’i, memukul-mukul (al-taqtaqah) dengan tongkat hukumnya makruh. Permainan seperti itu biasa dilakukan orang-orang zindiq, hingga mereka lupa membaca Alquran. Al-Syafi’i mengutip sebuah hadits yang mengatakan bahwa permainan dadu adalah salah satu jenis permainan yang paling dimakruhkan dibanding permainan-permainan yang lain. “Dan saya”, tegas Imam Syafi’i, “sangat membenci permainan catur. Bahkan, semua jenis permainan. Sebab, permainan bukanlah aktivitas ahli agama dan orang-orang yang memiliki harga diri (muru’ah).”
Begitu juga dengan Imam Malik. Guru Al-Syafi’i ini melarang keras musik. Menurutnya, “Jika seseorang membeli budak perempuan, dan ternyata budak tersebut seorang penyanyi, maka pembeli berhak untuk mengembalikan budak tersebut (karena termasuk cacat). Pendapat Imam Malik ini, kemudian diikuti oleh mayoritas ulama Madinah kecuali Ibnu Sa’id.
Hal senada diungkapkan Abu Hanifah yang mengatakan bahwa musik hukumnya makruh dan mendengarkannya termasuk perbuatan dosa. Pendapat Abu Hanifah ini, didukung oleh sebagian besar ulama Kufah, seperti Sofyan Al-Tsauri, Himad, Ibrahim, Syu’bi dan ulama lainnya. Pendapat-pendapat di atas dinukil dari Al-Qadi Abu Tayyib Al-Tabari.
Adapun pendapat ulama yang memperbolehkan mendengarkan musik datang dari Abu Thalib Al-Makki. Menurut Abu Thalib, para sahabat Nabi SAW, seperti Abdullah bin Ja’far, Abdullah bi Zubair, Mughirah bin Syu’bah, Muawiyah, dan sahabat Nabi lainnya suka mendengarkan musik.
Menurutnya, mendengarkan musik atau nyanyian hampir sudah mentradisi di kalangan ulama salaf ataupun para tabi’in. Bahkan, kata Abu Thalib, ketika dia, berada di Mekah, pada saat peringatan hari-hari besar, orang-orang Hijaz merayakannya dengan pagelaran musik.