Sahijab – Bertolak belakang dengan keadaan ekonomi Utsman bin Affan ataupun Abdurrahman bin Auf radyallahuanhuma, Abu Dzar Al Ghifari adalah sosok sahabat yang semasa hidupnya miskin. Bahkan, di bawah garis yang di luar logika kemiskinan versi hari ini sampai akhir hayatnya.
Terlahir menjadi pemuda suku Ghifar, suku yang terkenal sebagai suku penyamun. Hidup mereka tergantung pada pungutan liar maupun hasil rampokan yang mereka ambil dari tiap kabilah yang melintas untuk berdagang, suku Ghifar bertempat di lembah waddan, yang terletak antara Mekah dan Syam, pusat lalu lintas perdagangan.
Sejak muda, Abu Dzar sudah dikenal penyayang kaum dhuafa dan kepeduliannya mendarah daging. Bahkan, sering ia mengikuti kebiasaan jahiliyyah suku Ghifar yang merampok para kabilah yang melintas, tetapi kemudian hasil rampokan itu ia bagikan kepada kaum tidak mampu. Kebiasaannya di luar nalar kaum sukunya, tindakan yang menolong, tetapi tetap kebiasaan jahiliyyah.
Baca juga: Kisah Ali bin Abi Thalib dalam Didikan Nabi
Kebiasaan ini berhenti, begitu ia memeluk Islam di Mekah. Perilaku mulia Rasulullah shollalahu alaihi wa sallam, serta indahnya ajaran Islam, membuatnya memeluk Islam seketika itu.
Abu Dzar Al Ghifari pun tercatat menjadi orang kelima pertama yang masuk Islam saat itu, disebut juga assabiqunal awwalun.
Abu Dzar Al Ghifari pernah ditanya Rasulullah shalallahu alaihi wassallam, “apa kamu tidak mau punya tanah seperti Zubair, Thoha? ”Lalu, Abuzar mengatakan, “apa pentingnya buat saya? Bahkan, menjadi pemimpin sekalipun tidaklah penting”.