• Photo :
        • Ilustrasi garam ,
        Ilustrasi garam

      Sahijab – Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PB PERNEFRI), dr. Pringgodigdo Nugroho, Sp.PD-KGH, menyatakan bahwa konsumsi garam yang berlebihan dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, bahkan dapat berkaitan dengan penyakit ginjal kronis (PGK).

      Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal dan Hipertensi lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tersebut menjelaskan bahwa konsumsi garam yang berlebihan pada dasarnya dapat memicu peningkatan tekanan darah atau hipertensi, yang pada gilirannya merupakan pemicu utama dari penyakit ginjal kronis.

      “Kebanyakan makan garam itu hubungannya dengan hipertensi, jadi kandungan garam yang tinggi di dalam pembuluh darah itu akan menarik cairan lebih banyak di dalam pembuluh darah, tekanan darah jadi meningkat dan terjadi hipertensi, lama kelamaan menjadi penyakit ginjal kronik,” kata Pringgodigdo, dikutip dari Antara, Selasa, 16 Januari 2024.

      Masyarakat umum, terutama yang sudah mengalami penyakit ginjal, disarankan untuk mengurangi konsumsi garam harian. Direkomendasikan agar kandungan natrium dalam garam tidak melebihi dua gram per hari atau takaran garam dapur kurang dari lima gram per hari.

      Selain mengurangi konsumsi garam, olahraga tetap dianggap sebagai metode efektif dalam menjaga kesehatan tubuh, termasuk dalam penanganan hipertensi dan penyakit ginjal. Pringgodigdo menganjurkan untuk melakukan olahraga secara rutin.

      “Tidak harus olahraga berat, yang penting rutin melakukan aktivitas fisik, misal berjalan 10 ribu langkah per hari,” ujarnya.

      Pringgodigdo menekankan pentingnya mewaspadai penyakit ginjal dengan serius, mengingat gejala penyakit ini sering tidak terdeteksi, sehingga sering mencapai tahap lanjut sebelum dapat diketahui. Selain itu, kasus penderita hipertensi dan penyakit ginjal pada usia muda juga terus mengalami peningkatan.

      “Belum, belum ada (gejala yang terlihat untuk penyakit ginjal), salah satu gejalanya kalau urin berbusa, tapi kalau sudah berbusa itu sudah terlambat, kalau yang belum parah biasanya tidak ada tanda-tandanya, makanya perlu pemeriksaan rutin ke dokter,” imbuh Pringgodigdo.

      Hipertensi dapat dicegah dengan mengontrol perilaku berisiko seperti merokok, menjalani diet yang sehat dengan cukup konsumsi sayur dan buah, serta mengurangi konsumsi gula, garam, dan lemak berlebih. Faktor risiko lainnya termasuk obesitas, kurangnya aktivitas fisik, konsumsi alkohol berlebihan, dan stres.

      Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2018, pada populasi usia 15 tahun ke atas, terlihat faktor risiko seperti proporsi masyarakat yang kurang mengonsumsi sayur dan buah mencapai 95,5 persen, proporsi yang kurang aktif secara fisik sebesar 35,5 persen, proporsi perokok sebesar 29,3 persen, proporsi obesitas sentral sebesar 31 persen, dan proporsi obesitas umum sebesar 21,8 persen. Data ini menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan data Riskesdas tahun 2013.

      Berita Terkait :
  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan