Sahijab – Dalam Islam, jika terpaksa melakukan transaksi gadai, dianjurkan menggunakan gadai syariah. Sebab, akan meminimalisir perbuatan riba. Dalam gadai syariah tidak ada riba, yang ada adalah upah jasa titip barang yang dijadikan jaminan tersebut dan upah jasa titip barang tersebut tidaklah besar.
Sementara itu, Ustadz Ammi Nur Baits, Dewan Pembina Konsultasi Syariah menjelaskan bahwa transaksi gadai digolongkan para ulama sebagai akad tautsiqat, yaitu akad yang tujuannya memberikan jaminan kepercayaan bagi pelaku akad.
Mengingat tujuannya untuk jaminan kepercayaan, akad ini sifatnya tambahan (‘aqd ziyadah). Bisa ditambahkan di akad apa pun. Karena itu, akad ini tidak memberikan konsekuensi terhadap perpindahan kepemilikan barang gadai.
Baca juga: Doa agar Terbebas dari Utang
Konsekuensi dari hal ini,
1. Barang gadai statusnya amanah bagi murtahin (yang memberi utang).
2. Barang gadai tetap menjadi milik rahin (yang berutang).
3. Jika terjadi kegagalan, misalnya utang bermasalah atau transaksi yang dijamin bermasalah, barang gadai tidak otomatis pindah kepemilikan.
4. Semua biaya perawatan barang gadai, ditanggung oleh rahin (yang berutang), karena ini memang miliknya.
Kita menggaris bawahi, bahwa dalam transaksi gadai, tujuan utamanya hanya untuk jaminan kepercayaan dan keamanan, dan bukan untuk memberi keuntungan bagi pihak yang menerima gadai (yang memberi utang).
Yang terjadi, ketika penerima gadai memanfaatkan barang gadai, berarti dia memanfaatkan barang milik orang yang utang, disebabkan transaksi utang antar mereka. Bisa kita pastikan, andaikan tidak ada transaksi utang piutang, orang yang menerima gadai tidak akan memanfaatkan barang milik yang berutang.
Karena itu, pemanfaatan barang gadai oleh pemberi utang, berarti dia mendapatkan manfaat dari utang yang dia berikan. Sementara itu, mengambil manfaat (keuntungan) dari utang yang diberikan, termasuk riba. Seperti yang dinyatakan dalam kaidah,